Blogger news

Majalah MAYAra adalah majalah donasi internasional yang berbasis keilmuan tanpa memandang golongan bermodalkan persaudaraan. Bersama Boleh Beda. Allahu Akbar...!!!

Dakwah Islam Dari Keluarga

Setelah Muhammad saw resmi mendapatkan mandat sebagai nabiullah yang rasulullah pada akhir bulan Ramadhan pada tahun 610 masehi, di Gua Hira`. Maka, Nabi saw langsung melakukan tugas dakwah Islam. Pertama kali yang menjadi sasaran dakwah Islam beliau, adalah istri tercinta, Ibunda Khadijah r.ha. Setelah berhasil. Nabi saw mengajak sepupunya yang masih berusia remaja, Ali bin Abi Thalib kw. Sahabat yang satu ini sangat terkenal dengan kejeniusan, kesederhanaan, dan keberaniannya. Baru yang ketiga, Zaid bin Haritsah r.hu. Ketiga orang inilah cikal-bakal perkembangan Islam ke seluruh dunia.

Ibunda Khadijah Memeluk Islam
Orang pertama Arab Quraisy yang mengimani Rasulullah saw. Sejak Ibunda Khadijah r.ha diberitahu oleh Waraqah bin Naufal, bahwa suaminya bakal menjadi nabiullah. Sejak saat itu, Ibunda Khadijah r.ha mempercayai, meyakini, dan mengimani informasi mengenai hal itu.
Maka, sesaat setelah Rasulullah saw menerima wahyu di Gua Hira`. Pulang memberitahukan mengenai turunnya malaikat Jibril as, yang membawakan wahyu buatnya dari Allah ta’ala. Mulai saat itu keimanan Ibunda Khadijah r.ha. Tak terkalahkan oleh siapa pun. Dia adalah orang pertama yang mengimani kenabian dan kerasulan Muhammad bin Abdullah saw. Dia pula perempuan pertama di dunia ini yang pertama kali mengimani Rasulullah saw.
Back up Ibunda Khadijah r.ha sangat berarti bagi awal perkembangan dakwah Islam dibumikan di jazirah Arab. Khususnya di bumi quraisy, Makkah. Posisi Ibunda Khadijah r.ha menyulitkan kalangan aristokrat Makkah, semisal: Abu Sofyan, Abu Jahal, dan Abu Lahab.
Sebab, di kalangan publik Makkah Ibunda Khadijah r.ha memiliki kedudukan yang sangat terhormat lagi berstatus sosial sangat tinggi. Sehingga kedudukan Nabi saw benar-benar cukup aman. Lebih-lebih Ibunda Khadijah r.ha memberikan kebebasan kepada Nabi saw secara penuh, supaya memikirkan dakwah Islam. Tidak yang lain.
Sekali lagi back up ekonomi, khususnya finansial dari Ibunda Khadijah r.ha sangat berarti dalam perjalanan awal dakwah Islam. Memang Nabi saw tidak pernah meminta-minta kepada sang istri, yang memang ditakdirkan kaya raya oleh Allah ta’ala. Namun sekuat tenaga Nabi saw tidak tergantung dan mengharapkan bantuan keuangan dari sang istri. Semua berjalan apa adanya. Mengalir begitu saja. Ini yang sangat sulit untuk ditiru. Suami-istri yang saling memahami. Saling pengertian. Saling melengkapi. Sehingga kegiatan dakwah Islam yang dilakukan Nabi saw benar-benar mengalir.
Pengurbanan yang demikian hebat. Mendapatkan apresiasi langsung dari Allah ta’ala. Dikabarkan, rumah Ibunda Khadijah r.ha di surga sudah jadi. Demikian menurut Rasulullah saw dalam riwayat yang shahih. Sangat pantas apabila Ibunda Khadijah r.ha mendapatkan kemuliaan di dunia dan di akhirat. Sebab, memang Ibunda Khadijah r.ha sangat memuliakan Allah dan rasul-Nya, juga memiliakan agama-Nya.

Sahabat Ali Memeluk Islam
Tidak ada anak yang sangat bahagia hingga akhir jaman, kecuali Ali bin Abi Thalib kw. Bocah kecil usia 10 tahun. Sepupu Nabi saw. Anak jenius. Yang diakdirkan mengimani Rasulullah saw.
Meski baru usia 10 tahun. Sahabat Ali berbeda dengan anak-anak diusianya. Ali kecil lebih tampak cerdas, dan kelihatan brilian. Dia telah mampu membedakan secara akurat, antara yang benar dan yang salah, antara yang bagus dengan yang buruk. Dan, keimanannya kepada Nabi saw, yang tidak lain adalah sepupunya sendiri menandakan, jika Ali kecil memang benar-benar memiliki Kecerdasan Furqan dari dalam hatinya.
Sejak Ali mengimani kenabian dan kerasulan terhadap Nabi saw. Sejak saat itu pula ke mana Nabi saw pergi ia selalu mengikuti. Termasuk setiap datang waktu shalat. Ali kecil di ajak kelembah sempit, yang bernama Syi’ib. Begitu seterusnya berjalan beberapa lama, hingga pada suatu saat Abu Thalib memergokinya.
Setelah melalui dialog yang mencair, antara Nabi saw dengan sang paman, demikian halnya Ali dengan ayahandanya. Seorang Abu Thalib lalu berkata, “Muhammad pasti mengajakmu kepada kebaikan. Karena itu hendaklah kamu tetap mengikutinya.”.

Sahabat Zaid Memeluk Islam
Sahabat Zaid bin Haritsah r.hu orang ketiga yang memeluk Islam. Ia mantan budak Nabi saw yang didapatkan dari Ibunda Khadijah r.ha. Karena Nabi saw sejak awal tidak menyukai perbudakan. Maka, ketika mendapatkan Zaid dari Ibunda Khadijah r.ha, saat itu juga dimerdekakan. Lalu, disuruh memilih, antara tetap ikut bersama Nabi saw atau ikut kedua orang tuanya. Namun Zaid muda tetap memilih tinggal bersama Nabi saw.
Konon sebelum turun surat al-ahzab ayat ke-5. Zaid dinasabkan kepada Nabi saw. Sehingga menjadi Zaid bin Muhammad. Karena mendapatkan teguran, maka berubahlah pernasaban Zaid kepada ayahandanya, Haritsah.
Zaid benar-benar kesemsem dengan pola perilaku Nabi saw, dan cara berpikir Islam yang diajarkan. Sehingga dalam diri Zaid tidak merasakan adanya perbedaan, antara dirinya yang maula dengan anak kandung. Zaid merasakan sebagai putera kandung Nabi saw.
Karenanya, setelah mendengar berita pengangkatan Muhammad bin Abdullah menjadi nabiullah di Gua Hira`. Zaid adalah orang ketiga yang menyatakan bai’at setia menjadi mukmin.
Masyarakat Makkah sangat mengetahui, bahwa Zaid adalah putera angkat Nabi saw. Sehingga kedua orangtuanya ridla menyerahkan Zaid ke dalam keluarga Nabi saw. Maka, kemalangan Zaid yang menimpa sejak usia 8 tahun diculik menjadi budak belian. Kini tidak lagi. Zaid sudah menjadi orang merdeka. Merdeka yang sebenarnya, yaitu menjadi seorang mukmin-muslim. Yang mendapatkan pendidikan langsung dari Rasulullah saw.

Berawal Tiga Orang
Dakwah Islam Nabi saw berawal dari tiga orang. Yakni: Ibunda Khadijah r.ha; sahabat Ali bin Abi Thalib kw; dan sahabat Zain bin Haritsah r.hu. Ketiganya merupakan kader awal yang solid. Kokoh. Kuat. Sehingga ketiganya sangat membantu Nabi saw dalam mengembangkan dakwah Islam seterusnya di masyarakat quraisy.
Ketiganya mewakili tiga golongan masyarakat quraisy. Yakni: Golongan kaya bangsawan, yang diwakili Ibunda Khadijah r.ha; Golongan pemuda terpelajar, yang diwakili sahabat Ali bin Abi Thalib kw; dan Golongan kaum miskin, yang diwakili sahabat Zaid bin Haritsah r.hu.
Maka, suatu masyarakat menjadi kuat apabila ulama, aghniya, cerdik-pandai, dan kaum miskin bersatu padu bangkit, guna melawan: Kebodohan; Kemiskinan; dan Keterbelakangan niscaya dapat mewujudkan tata sosial masyarakat yang: Sehat; Sejahtera; dan Bahagia. Dan, memang pilar inilah yang hendak dituju oleh dinul Islam. Sehingga terwujud sebuah tatanan global yang tertib, disiplin, bersih, dan bertanggung jawab. Yakni, tata kehidupan rahmatal lil alamin. [ ]

0 komentar:

Posting Komentar