Blogger news

Majalah MAYAra adalah majalah donasi internasional yang berbasis keilmuan tanpa memandang golongan bermodalkan persaudaraan. Bersama Boleh Beda. Allahu Akbar...!!!

Album Kenangan

Oleh: Yulyani Dewi

Karta Hastarajasa, mengulum senyum pendeknya. Membuka lembar demi lembar, album tebal tempat kenangan bersama Karmiati istrinya yang telah tiada 1 tahun lalu. Karta mengingat sambil sesekali tersenyum, tiba-tiba dia mengernyitkan dahinya, ketika melihat saat dimana Karmiati dan anak-anak di puluhan lembar terakhir pada album tebal itu, merangkul anak-anak tanpa ada dirinya sama sekali di samping mereka. Dan dia menangkap mata Karmiati seperti berkaca-kaca, mata yang sepi dan dingin.

Karta tertegun, menatap wajah Karmiati, senyumnya tampak mengembang dalam foto itu, tapi ada selimut duka di sana dan tidak bisa ditipu, karena mata Karmiati telah banyak bicara. Karta terus membuka lembar demi lembar satu persatu, perlahan air matanya menetes. Tampak di lembar terakhir dia melihat foto Karmiati dengan dirinya tampak begitu mesra dibalut kebaya pengantin mereka. Dia melihat mata Karmiati berbinar bahagia. Dia seperti dihantar pada siluet masa lalunya bersama Karmiati. Seperti pada suatu pagi, Karta mendapat tugas ke Singapura. Dia melihat perut buncit Karmiati, menunggu kelahiran anak ketiganya.
“Tik, aku tidak tega meninggalkan kamu hari ini, tapi.............”
Karmiati tersenyum tulus, katanya :
“Tidak lah Kang Karta, Tidak apa-apa, ini anak ketiga kita. Aku sudah tidak takut dan bisa menjaga diri, jangan khawatir, Akang berangkat saja.” Sambil merapikan sekoper pakaian yang akan dipakai suaminya ke Singapura. Karta tersenyum.
Beberapa jam kemudian Karta telah berada di Bandara Internasional Cengkareng di antar istri dan anak-anaknya. Sampai ke ruang tunggu di luar. Mereka berpamitan Mesra. Pandangan anak-anak belumlah jauh, Lambaian tangan masih hangat dan terlihat samar. Tiba-tiba seorang wanita dari arah dalam berlari memeluknya, baju merahnya nan anggun dengan belahan roknya yang aduhai, serta wajah cantiknya menghujani Karta dengan ciuman.
“Gimana, Papi, berapa lama ijinnya sekarang?”.
Karta tersenyum, dia membalas ciuman Mesra Marina, dan dengan sekenanya menjawab, “Seminggu Sayang!”
Kening Marina berkerut, kemudian mulutnya dimayunkan, cemberut, sambil mereka terus berjalan berangkulan menuju ruang tunggu kebrangkatan.
“Kok, Cuma seminggu sih Pi?, Kenapa Papi gak adil?”
Karta tersenyum nakal : 
“Sayang, Karmiati akan melahirkan, aku harus menunggui anakku, tapi.......”
“Tapi apa, Pi?”
“Semua tergantung kamu, apa yang bisa kamu berikan pada Papi?”
“Ah, Papi................” Marina tertawa manja, diiringi cubitan Mesra di perut bulat Karta.
Seminggu Dua Minggu Karmiati menunggu sabar, Ponsel Karta sering kali sibuk, susah untuk dihubungi, tak bisa ditelepon sama sekali. Karmiati pasrah, berpikir mungkin Akangnya tersayang sedang sibuk. Karmiati dengan kandungan membuncit, menyiapkan segala keperluan sendiri, tanpa Karta berada di sampingnnya, beruntung Puteri Pertamanya sudah bisa dimintai tolong untuk sekedar membantu mengepak persiapan bersalin. Sehari menjelang hari kelahiran, Karta belum juga menampakkan dirinya, hingga Karmiati, melangsungkan persalinannya sendiri hanya ditemani anak-anaknya.
Sudah puluhan kali sejak tahun kelima belas pernikahan mereka, Karta berbuat hal ini. Bahkan akhirnya mereka sering melewatkan liburan sekolah anak-anak tanpa kehadiran Karta di sisinya. Namun Karmiati cukup memaklumi kesibukan Karta sebagai Wakil Direktur yang sekarang sangat menyita waktunya, apalagi jika Direktur Utamanya tidak dapat menghadiri, rapat-rapat penting di luar negeri, maka Kartalah yang harus menggantikannya. Batin Karmiati, toh sekarang dirinya ikut menikmati hasil jirih payah Karta.
Persalinan berlangsung dengan baik, dan bayi merekapun sehat, hingga mereka keluar dari rumah sakit. Karta sama sekali belum sempat melihat bayi Karmiati.
Hingga, hari ke sepuluh setelah si jabang bayi berada di rumah, Karta pulang dengan tanpa dosa, membawa berbagai macam oleh-oleh untuk Istri dan anak-anaknya, rasa cemas dan curiga di dada Karmiati terhapus sudah oleh penjelasan Karta dan berbagai cumbu rayunya.
Pun ketika Axel si kecil mereka berulang tahun yang pertama, kembali Karta tidak dapat hadir. Hingga wisuda Mila putri pertama mereka, Karta tetap tidak bisa menghadirinya.
Sampai dengan ketika Karmiati divonis menderita kanker rahim, Karta tidak pernah ada waktu untuk bisa menemani hari-hari sakit Karmiati, hingga Karmiati di Vonis Kritis, seiring puncak Karier Karta. Dan Karmiati pun dengan toleransinya yang tinggi enggan memberitahu Karta, perihal sakit yang dideritanya. Hingga Karmiati meninggal tanpa sepengetahuan Karta.
Berita itu datang seperti petir lewat sms di ponsel yang lama tidak diaktifkan. Seperti biasa, ketika dia berada di luar negeri, dan sedang berada dipelukan Marina.
Karta tidak bisa berkata apa-apa, setengah tidak percaya, mengingat beberapa hari yang lalu, Karmiati masih semangat membuatkan berbagai makanan dan melayani kebutuhannya sehari-hari, tetap tersenyum bahkan berkali-kali mencandainya.
Karta tertegun lama, menepis tangan Marina, tiba-tiba dadanya berdegup kencang, matanya meradang, hingga pecah tangisnya keras. Marina kaget menjauh, Karta mengusir Marina dengan kasar, melempar segala yang ada di sampingnya, ke arah Marina. Hingga nama Marina pun enggan disebutkan. Dan sekarang di sinilah Karta, di ruang keluarga sibuk menyebar puluhan album foto, mencoba mengurai kenangan sekali pun terlambat sudah. Hingga dia menemukan selembar surat yang ditempel di Album foto mereka. Surat Cinta Karmiati padanya. Kang karta tersayang.
Alhamdulillah Tuhan mengabarkan doa kita, semoga kita segera dapat melangsungkan pernikahan, setelah Akang Pulang dari Australia. Akang, Abah telah setuju. Atik selalu menantikan saat itu. Hanya satu keinginan Atik, kelak Atik akan berusaha menjadi Istri yang baik, Istri yang akan selalu mengabdi pada suami. Yang Atik harap hanya Ridha Akang pada Atik.
Sedetik.
Dua detik.
 Pada detik ketiga itulah tangis Karta pecah. Seluruh ruangan seakan runtuh menimpanya. Mila, Danil, dan Axel berlari memasuki ruang tengah yang sangat mewah, demi melihat ayah mereka menangis meraung-raung.
Sejenak Karta memandang wajah anaknya, tiba-tiba nafas Karta tersenggal, dan jatuh di atas tumpukan album. Hari itu juga Karta menyusul Karmiati. Dikubur di bulan dan tanggal yang sama.  
Entah ini cinta sejati atau tidak, yang jelas, penyesalan selalu datang terlambat. Semoga cerita ini mengingatkan Kita, di mana kadang kita lupa keberadaan orang-orang terdekat kita, dan baru merasakan betapa berartinya keberadaan mereka, setelah mereka jauh dari rumah atau meninggalkan kita.
Dan sebelum waktu itu mendatangi, alangkah indahnya kita masih sempat memeluk atau menggandeng tangan mereka di saat-saat terakhir sebelum dia tiada.


*Penulis adalah pemilik Rumah Desain Iweddedul

0 komentar:

Posting Komentar