Blogger news

Majalah MAYAra adalah majalah donasi internasional yang berbasis keilmuan tanpa memandang golongan bermodalkan persaudaraan. Bersama Boleh Beda. Allahu Akbar...!!!

Arti Huruf Ain, Simbol Ma'had TeeBee Indonesia




Awalnya alfaqir hanya mengajar membaca al-qur’an. Tepatnya di Kapas Madya. Mereka yang belajar sudah berumur yakni bapak-bapak yang tinggalnya tidak jauh dari kontrakan alfaqir. Pelopornya Pak Suparmin asal Nganjuk. Tepatnya akhir tahun 1995.
Lalu, berkembang menjadi Kajian Tafsir al-Qur’an. Satu dua ayat yang dikaji daripada cangkrukan ngalor-ngidul tidak ada yang dibahas.
Sesuai istikharah alfaqir akhirnya ditetapkan Kitab Tafsir al-Ibriz sebagai rujukan. Kitab itu karya Allahuyarham Syaikh Bisri Musthofa r.hu. Saat itu jamaah berkembang hingga keluar Kapas Madya. Utamanya, jamaah yang datang dari kampung Tambak Bening yang dipelopori oleh Pakde Kun (Kuncahyo Subianto, red). Yang kemudian berganti nama saat haji menjadi Musthofa Ahmad. Demikian nama indah itu hadiah dari alfaqir.
Hingga takdir menetapkan tanggal 10 Nopember 1996 alfaqir pindah kontrakan ke Tambak Bening II/20. Kajian rutin tafsir al-qur’an terus berjalan setiap hari Selasa pukul 20.00-21.30 wibb. Jamaah yang hadir terus bertambah seiring berjalannya waktu.
Metode kajiannya sesuai dengan turunnya ayat. Tidak mengikuti surat demi surat yang ada di mus-haf. Sebab, alfaqir ber-azzam melakukan tranformasi kepada murid atau jamaah hal-hal yang terdapat di dalam al-qur’an. Mulai dari: mukjizat; mufrodat; asbabun nuzul; doa-doa; hadis-hadis pendukung; sejarah; ilmu jiwa; ilmu kemasyarakatan; ilmu administrasi; ilmu politik; sains & teknologi; kesehatan lingkungan; yang pembahasannya diselaraskan antara tekstual dengan kontekstual.

Healing Hailalah
Secara pribadi alfaqir memiliki kebiasaan dzikir pada Hari Jum’at sore. Yakni, setelah selesai sholat ashar. Biasa alfaqir menyebutnya “Hailalah Kubro”. Mengapa disebut kubro yang berarti banyak. Sebab, mengulang-ulang lafadz “lā ilāha illa-llāh” sebanyak-banyaknya sampai tenggelamnya matahari. Akhirnya, peminatnya cukup banyak hingga benar-benar diamalkan secara pribadi oleh mereka yang mencintai dzikrullah dan wirdullah. Kemudian, Hari Jum’at sore dijadikan hari silaturahmi di antara pelaku hailalah tersebut.
Hingga suatu waktu Allah ta’ala menakdirkan saat Hailalah di Bulan Ramadlan. Tahunnya lupa. Alfaqir dibisiki, “Keluarlah lihat langit di atasmu.” Alfaqir juga tidak tahu siapa yang berbisik itu, wa-llahu a’lam.
Sontak segenap jamaah yang hadir menjadi bertanya-tanya. Ada apa alfaqir mendadak keluar meninggalkan majelis? Namun majelis terus berjalan hingga rampung. Alfaqir melihat lama sekali huruf ‘ain warna kuning yang ada di langit. Dalam hati bertanya-tanya, “Kok lama sekali.”
Akhirnya mereka menjadi paham setelah mereka alfaqir ajak keluar untuk melihat ke langit di atas rumah kontrakan nomer 20. Tepatnya arah tenggara. Dengan jelas di langit itu terdapat huruf ‘ain warna kuning besar sekali. Dan, huruf ‘ain itu hampir 15 menit tidak menghilang. Sehingga jamaah yang hadir sekitar 30 orang dapat melihat semua.
Sayang saat itu kami belum ditakdirkan memiliki kamera atau handphone yang ada kameranya. Sehingga tidak dapat mengabadikan peristiwa yang sangat penting bagi perjalanan PeNUS MTI. Akan tetapi saksi mata yang masih hidup banyak. Terutama Pakde Kun dan Man Basyik (H.Abdurrozaq Wasi’ Ahmad, red).
Munculnya huruf ‘ain di langit akhirnya terus berlanjut. Antara tahun 1996-1997 berkali-kali muncul. Alfaqir sendiri menjumpainya empat kali. Belum jamaah yang lain ada juga yang menyaksikan hal itu. Takdir Allah ta’ala selalu menghadirkan huruf ‘ain berada di atas rumah kontrakan nomor 20 tersebut.
Bagaimana pun alfaqir tetap berpendapat bahwa prkatek tasawuf adalah urusan pribadi, bukan masuk pada wilayah publik. Itulah sebabnya, supaya praktek dzikir hailalah kubro tidak ekslusif. Maka, alfaqir menyebutnya “Hailing Hailalah” sehingga siapa pun dari saudara muslim-muslimah yang berkecenderungan dapat bergabung. Alfaqir tekankan pada aspek terapisnya. Yakni, bahwa di dalam lafadz: istighfar; shalawat Nabi; dan hailalah terdapat energi yang dapat menyembuhkan penyakit. Khususnya, penyakit jiwa.
Jadi, sifatnya sangat fluktuatif. Terkesan keluar-masuk jamaah yang mengikutinya. Tidak seperti umumnya pada thariqah-thariqah sufiah. Benar-benar yang alfaqir tekankan pada aspek terapi ruhaninya dibandingkan praktek tasawufnya.
Bagi yang secara khusus mendalami ilmu sekaligus laku tasawuf. Setelah istikharah alfaqir ajarkan “Ilmu Laku Hikam” dengan mereferensi pada dua buku alfaqir: Qolban Saliman; Syarah Hikam Syaikh Ibnu Atha’illah dan Jam’ul Hikam; Syarah Hikam Syaikh Abu Madyan al-Maghribi. Dan, ada satu buku yang alfaqir tulis yang berjudul “Tashawwuf Implementatif” (persediaan habis belum cetak ulang, red). Semua itu membutuhkan akselerasi waktu yang cukup lama, agar jamaah dan shantri tidak mengalami kegoncangan kejiwaan dan intelektualnya.

Huruf ‘Ain
Setelah alfaqir istikharah, kemudian alfaqir tetapkan “Huruf ‘Ain” menjadi simbol “Majelis Cangkrukan” yang sering kami lakukan di Tambak Bening II/20 setiap Hari Selasa dan Hari Jum’at. Kami cetak stiker dengan dasar kuning. Huruf ‘ain berwarna hitam. Dengan tulisan melingkari huruf ‘ain “Jama’ah Iso Rumongso”.
Kemudian, kami mencetak stiker huruf ‘ain dengan sedikit perubahan, yakni tulisan yang melingkari huruf ‘ain ada dua model. Pertama, bertuliskan “Ma’had TeeBee Indonesia”. Dan, kedua, “Ma’hadul Ibadah al-Islami Surabawiyyi Indunisiy”. Selain itu tidak dibenarkan dan tidak sah kecuali telah mendapatkan ijin dari alfaqir sebagai pemilik HAKI huruf ‘ain yang sah di negeri ini.
Mulai saat itu stiker ‘ain menempel pada sepeda motor atau mobil yang berada di Kota Surabaya dan sekitarnya. Kemudian, muncul julukan “Jamaah ‘Ain”.
Penyebaran huruf ‘ain semakin menasional ketika alfaqir menerbitkan: Lembar Jum’at ALFATH; Majalah MAYAra; dan buku-buku yang sudah alfaqir luncurkan di tengah masyarakat Indonesia. Ditambah lagi dengan kehadiran blog, facebook, dan twitter.
                Huruf ‘ain tidak mewakili kelompok atau pun aliran. Huruf ‘ain lebih merupakan simbol biasa yang ber-azzam hendak mengamalkan segenap perintah dan larangan Allah ta’ala. Seperti telah menjadi ketetapan alfaqir, bahwa PeNUS MTI tidak bakal menjadi ormas agama, atau ormas apa pun, apalagi menjadi partai politik. Tidak!!!
                Segenap shantri dan jama’ah PeNUS MTI hendaknya CC dengan: al-Qur’an; al-Hadis; dan al-‘Ilmu. Prinsipnya, segenap shantri dan jama’ah PeNUS MTI dengan penuh sabar dan syukur, dan terus memohon pertolonganNYA mampu dan mau mengamalkan: Hablum minallāh (mengejawantahkan aspek teologis); Hablum minan-nās (mengejawantahkan aspek humanis); dan Hablum minal-‘alam (mengejawantahkan aspek ekologis). Yang secara strategis dipraktekkan dengan segenap laku amal: Tauhidullāh; Taqwallāh; Tawakkal ‘ala-llāh; dan Ikhlāsun niāt. Atau, dalam istilah alfaqir “Segitiga kekuatan”: Menomor-satukan Allah; Jujur; dan Ikhlas.
                Yang perlu diketahui di PeNUS MTI tidak ada alumni, kecuali dia mengundurkan diri, atau “pergi tanpa pamit”; maka sampai mati pun tetap tergabung dan tercatat ke dalam “Persaudaraan Tanpa Tepi PeNUS MTI”. Sehingga kami yang hidup pun mendoakan mereka semua yang telah mendahului kita.
                Karenanya, di dalam PeNUS MTI tidak ada istilah shantri lawas-baru atau jama’ah lawas-baru. Itu tidak penting. Yang terpenting mereka CC dengan dasar-dasar perjuangan dan nilai-nilai yang dijunjung oleh PeNUS MTI. Yakni, Qur’an; Hadis; dan Ilmu. Yang ditunjang oleh rekayasa teknologi dengan menguasai saintek.
Oleh sebab itu PeNUS MTI memberikan ruang gerak dan kreasi kepada segenap shantri dan jama’ah untuk berdikari dan berinovasi; dengan banyak melakukan latihan-latihan, diklat-diklat, outbond, enterprenuership, leadership, dan kepenulisan. Mengenai hikmah di balik huruf ‘ain alfaqir menerbitkan buku “Pesona Huruf ‘Ain; Menyingkap Tabir Hati” (belum dicetak untuk publik masih koleksi pribadi, red). [ ]

0 komentar:

Posting Komentar