Blogger news

Majalah MAYAra adalah majalah donasi internasional yang berbasis keilmuan tanpa memandang golongan bermodalkan persaudaraan. Bersama Boleh Beda. Allahu Akbar...!!!

Waktu Yang Paling Berharga

Waktu terbaik bagimu ialah saat kamu menyaksikan kefakiranmu (kepada Allah) dan kamu dikembalikan kepada kehinaanmu (tanpa-Nya)
(Syaikh Ibnu ‘Atha’illah al-Assakandari r.hu, Syarhul Hikam Juz I hal 75 baris ke-4)


Beragam kesibukan menghiasi kehidupan manusia. Ada yang sibuk bekerja hingga lupa beribadah, ada yang bersantai ria seakan hidup hanya di dunia saja, ada yang sibuk beribadah hingga malas bekerja dan ada pula yang beribadah tapi juga rajin bekerja. Masing-masing melakukan karena menurut mereka itulah cara terbaik dalam mengisi hidup ini; Tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada diri mereka masing-masing” (Qs.al-Mukminun: 53). Jadi, beda kepala beda pula pandangan tentang waktu yang dianggap paling berharga atau yang terbaik.
Dari bebagai pandangan tentang waktu terbaik tersebut secara garis besar terdapat dua golongan. Golongan pertama yaitu; orang bangga karena dia merasa kesuksesannya berkat usaha, kerja keras dan jerih payahnya semata, dia lupa bahwa ada campur tangan Allah di balik semua itu. Golongan kedua adalah kebalikan golongan yang pertama; orang yang menyadari bahwa kesuksesannya tidak lepas dari pertolongan dan kasih sayang Allah swt. Karena tanpa pertolongan dan kasih sayang-Nya, manusia bukanlah apa-apa dan siapa-siapa. Lalu dia tidak lupa dan senantiasa merasa butuh terhadap-Nya. Baginya semua usaha, kerja keras dan perjuangan sebenarnya adalah karunia-Nya juga.
Waktu yang diisi dengan kesadaran akan kefakiran kepada Allah inilah sebenarnya waktu yang paling berharga karena mengembalikan manusia kepada eksistensi aslinya sebagai makhluk (ciptaan), bukan Khalik (pencipta). Menyadari bahwa semua sebab dan wasilah kesuksesan dan kebahagiaan merupakan anugerah dan kebaikan-Nya semata, tiada sedikitpun hak baginya atas semua itu; sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Dawud dan Sulaiman as, mereka berkata: ”Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hamba-Nya yang beriman.” (Qs.An-Naml:15). Sehingga dia pun tidak merasa sombong dan congkak, sebaliknya malah senantiasa tawadlu’ dan bersyukur kepada-Nya. Wallahu A’lam.

0 komentar:

Posting Komentar