Blogger news

Majalah MAYAra adalah majalah donasi internasional yang berbasis keilmuan tanpa memandang golongan bermodalkan persaudaraan. Bersama Boleh Beda. Allahu Akbar...!!!

Stop Pengiriman TKW

Kebijakan pengiriman Tenaga Kerja Wanita (TKW) sungguh memalukan. Meski dengan pengiriman TKW negara meraup keuntungan 100 trilyun per tahun. Sungguh sudah saatnya diberhentikan kebijakan pengiriman TKW tersebut. Karena hal itu bertentangan dengan Pancasila sila ke-2, “Kemanusiaan yang adil dan beradab.” Juga bertenangan dengan pasal 27 ayat ke-2, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Dan, pasal 34 ayat ke-1&2, “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara (1). Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan (2).
Fokus mengenai kebijakan pengiriman TKW sangat tidak manusiawi. Negara tidak menjadikan mereka sebagai warga negara. Mereka diperlakukan seperti budak. “Dijual” begitu saja oleh para cukong. Kemudian, dibawa ke negara-negara yang membutuhkan. Mereka para calon majikan dengan seenaknya sendiri “memesan” TKW tersebut dengan melakukan “transaksi” persis seperti yang terjadi di pasar budak yang pernah terjadi pada masa-masa awal kenabian Rasulullah saw.
Negara sama sekali tidak mengawal dan memberikan perlindungan hukum. Ingat, kebijakan TKW sudah ada sejak rezim Soeharto, ketika itu menteri tenaga kerjanya Soedomo. Jika dipandang perlu Pak Soesilo BY selaku presiden dan DPR sebagai wakil rakyat memanggil Soedomo untuk ditanyai, “Mengapa harus ada kebijakan TKW?”
Apa yang muncul dipikiran Pak Harto ketika menetapkan kebijakan TKW. Sedikit banyak Pak Domo pasti tahu, insya Allah.
Perhatian pemerintah terhadap TKW baru beberapa bulan saja karena ada tekanan dari masyarakat, lantaran terdapatnya kekuatan arus informasi. Namun berapa korban yang harus merasakan kepahitan dan bahkan penderitaan seumur hidup. Apa yang dilakukan negara? Padahal dengan sebutan yang manis mereka dikatakan sebagai “pahlawan devisa”. Apa dharma bhakti dari negara buat para “pahlawan devisa” tersebut. Padahal presiden dan anggota DPR tahu. Semua orang Indonesia tahu, bahwa menghormati pahlawan adalah salah satu tanda bangsa yang besar.
Banyak negara miskin di bawah Indonesia. Banyak negara lebih terbelakang ketimbang Indonesia. Banyak negara yang dasarnya tidak monotheisme. Tetapi negara-negara itu tidak sampai menjual warga negaranya ke negara asing.
Omong kosong jika negara tidak dapat menyetop pengiriman TKW ke luar negeri. Tidak menyelesaikan masalah sekalipun “dikawal” dengan segudang kebijakan. Saatnya negara berani memutuskan untuk hidup mandiri. Mengelola anugerah Tuhan YME bumi dan laut yang sangat kaya ini. Negara harus memberikan perhatian ekstra kepada sektor laut, pertanian, peternakan, dan perikanan. Utamanya sektor laut pemerintah belum berusaha sungguh-sungguh menggarapnya. Padahal di dalam laut sangat banyak cadangan devisa yang dapat dihasilkan.
Mengapa mereka kaum perempuan kelas bawah tergiur menjadi TKW. Mereka sangat instan. Ingin punya duwit gede. Mereka tidak salah. Otak mereka setiap hari disuguhi pemandangan di TV dan media masa yang lain, bahwa menjadi orang yang banyak duit itu enak. Sementara, mereka melihat sekitar komunitasnya tidak ada yang mau hidup susah, ke sawah misalnya, atau ke ladang misalnya. Maunya cepat dapat uang dan segera dapat menikmatinya.
Sisi lain pemerintah tidak mendukung sektor pertanian dan kelautan. Padahal wilayah terbesar negeri kita itu perairan laut, dan daratannya sebagian besar tanah pertanian. Di kedua wilayah ini tidak terjadi “perputaran uang”, maka logis jika warga masyarakat tidak lagi melirik kedua sektor tersebut sebagai mata pencaharian mereka. Mereka tidak salah kan. Yang salah tetap pemerintah. Dan, DPR lebih salah lagi sebagai wakil rakyat tidak pernah mengetahui problem: kesehatan, kesejahteraan, dan kebagiaan masyarakat yang diwakilinya.
Dari segi pandangan agama. Seorang perempuan dibiarkan keluar rumah untuk bekerja. Itu sudah salah. Mereka keluar tanpa mahrom. Mereka kerja tidak dengan suami. Akibatnya, problem penyakit tua umat manusia melingkupi kehidupan mereka. Suami yang ditinggal di rumah nyleweng. Mereka yang bekerja di tanah orang mengalami “perbudakan”.
Memang ada sepenggal kisah yang “manis” dari para TKW. Alfaqir sendiri sangat sering bareng dengan para TKW ketika pergi atau pulang ke Saudi. Atau, yang di Hongkong, Singapura, Malaysia, Korsel, Taiwan, dan Abu Dhabi.
Akan tetapi jika diprosentasi lebih banyak cerita yang tidak enak. Wong menjadi Pembantu Rumah Tangga (PRT) di Negara sendiri saja banyak yang mengalami “tragedi” kemanusiaan, apalagi menjadi PRT di Negara lain yang adat dan Cara Berpikir nyata-nyata sangat berbeda.
Alfaqir tidak membandingkan dengan Negara-negara miskin, bahkan Negara-negara terbelakang yang tidak mengirimkan TKW ke luar negeri. Namun Presiden RI dan DPR RI dan segenap ulama harus malu, jika kaum perempuan bangsa Indonesia menjadi “budak” di Negara lain.
Bangsa besar adalah bangsa yang menghormati, menghargai, dan menjaga aurat kaum perempuannya. [ ]

0 komentar:

Posting Komentar