Blogger news

Majalah MAYAra adalah majalah donasi internasional yang berbasis keilmuan tanpa memandang golongan bermodalkan persaudaraan. Bersama Boleh Beda. Allahu Akbar...!!!

Serat Wulang Reh

Ada khazanah yang sangat bagus buat bangsa ini. Khususnya, buat para: siswa, mahasiswa, dan shantri. Guna, melakukan Pembelajaran Sifat (Character Learning) terhadap Serat Wulang Reh, dari pupuh Dhandhanggula.

“Nanging yén sirô nggèguru kaki//
Amilihô manungsô kang nyôtô//
Ingkang bècik martabaté//
Sèrtô kang wruh ing hukum//
Kang ibadah lan kang wirangi//
Sokur oléh wông tôpô//
Ingkang wis amungkal//
Tan mikir pawéwéhing liyan//
Iku pantès sirô guronônô kaki//
Sastrané kawèruhônô.”
“Jika kamu berguru,
Pilihlah manusia yang jelas [ilmunya],
Yang bagus martabatnya,
Yang mengerti hukum,
Yang ahli ibadah dan ahli wira’i,
Utamakan [jika mampu] seorang guru yang ahli mujahadah,
Yang sudah teruji [keguruannya],
Tidak pernah mengharap pemberian orang lain,
Itulah orang yang pantas kamu jadikan guru,
Pahamilah ajarannya.”

500 tahun yang lalu. Leluhur kita. Telah memberikan motivasi yang jelas dalam memilih guru. Dan, memang demikianlah, ayahanda alfaqir di dalam memilihkan para guru buat ketiga puteranya.
Jaman boleh berbeda. Tapi, pesan yang dikandung Serat Wulang Reh di atas. Masih sangat relevan untuk kita pedomani. Agar, putera-puteri bangsa ini benar-benar mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
Betapa memprihatinkan. Jika telah banyak guru yang tidak jelas ilmunya. Tidak bagus martabatnya. Mengajar demi gaji. Mengajar daripada nganggur. Belum lagi, masih banyak dari kalangan lembaga pendidikan Islam. Yang kelangsungannya sangat berharap pada “pemberian” orang lain. Sehingga hidup para guru tersebut. Sudah tidak lagi mengistiqamahi ibadah-nya. Dan, mereka tidak lagi bersikap mental hati-hati dalam hal yang syubhat.
Apa jadinya, para murid atau shantrinya. Jika para gurunya sudah demikian kondisi kepribadiannya. Siapa yang harus diteladani? Di rumah. Orang tuanya broken home. Lingkungan sekitar resek. Di sekolah tidak mendapatkan kedamaian dan keharmonian. Maka, liarlah anak-anak usia sekolah di jaman sekarang.
Di sekolah atau di pesantren, diharapkan anak-anak mendapatkan hikmah yang agung. Yaitu, habits Ilmu Pengetahuan Diniah. Di mana mereka memiliki Pembelajaran Sifat yang kuat. Sehingga mereka dapat segera melakukan Akselerasi Sikap Mental (Attitude Acceleration). Dengan demikian, mereka dapat merubah hidupnya dengan melakukan Perubahan Perilaku (Behavior Transformation).
Apa yang terpatri dalam pesan Serat Wulang Reh tersebut di atas. Tampaknya, sudah tidak diindahkan lagi. Maka, kita dapat melihat out put pendidikan di negeri ini. Apakah pendidikan nasional-nya. Apakah pendidikan pesantren-nya. Sungguh masih jauh di belakang negara jiran, Malaysia.
Lucunya. Kabinet ganti. Menteri pendidikan baru. Program diganti mengikuti kebijakan pak menteri yang baru. Apa tidak bingung jadi guru di republik ini. Tak ketinggalan, para orang tua atau wali murid pun juga bingung.
Anehnya. Mulai jaman orde baru. Sampai sekarang ini. Pendidikan kita tidak maju-maju. Buktinya, perpustakaan di negeri ini tidak ada yang representatif buat para penulis. Laboratorium bahasa tidak ada yang pantas buat masyarakat. Harga buku yang terus melambung. Disebabkan, tidak ada lagi subsidi kertas dari pemerintah. Akhirnya, publik menjadi apatis untuk ber-Ilmu Pengetahuan. Untuk mengakses Ilmu Pengetahuan sungguh masih sangat sulit.
Akibat yang paling memilukan. Generasi usia terdidik. Kehilangan citra diri dan jatidiri sebagai seorang pemuda Indonesia yang suka terhadap ilmu. Syaraf mereka telah terasuki Cara Berpikir yang salah. Sehingga mereka memilih cara hidup yang instan. Ujung-ujungnya mereka tenggelam dalam angan-angan yang tinggi. Tapi, kenyataannya hidup mereka malas. Maka, jalan yang ditempuh: Narkoba, ngelem, drugs, free sex, dan kriminalitas.
Mengapa mereka berperilaku demikian? Ya mereka meniru saja dari apa-apa yang dilihat di teve. Dibaca di media masa. Yang mereka akses dari internet. Dan, menurut cerita teman dalam pergaulannya. Praktis orang Jawa bilang, “Tumbu oleh tutup.” Alias: klop.
Sebagai pemuda. Kita harus membangun harga diri sendiri. Bangga sebagai pemuda Indonesia. Harus ditunjukkan dengan Kemauan dan Kemampuan (force of character and ability) yang berkemanfaatan.
Habits Ilmu Pengetahuan Diniah tidak harus berada di perguruan tinggi atau di pondok pesantren. Yang penting Kemauan dan Kemampuan dalam: belajar, mau diajar, dan mau mengajarkan terus membara dalam hatinya. Inilah sebenarnya semangat (ghirah), yang hendak dimotivasikan oleh Serat Wulang Reh di atas.
Sudah barangtentu, para hamba Allah yang saat ini dianugerahi sebagai: ustadz, kiai, ulama, guru, dosen, rektor, tak terkecuali para guru taman kanak-kanak. Juga harus memiliki nilai-nilai Serat Wulang Reh tersebut dalam diri dan kepribadiannya. Semoga Indonesia terselamatkan! [ ]


0 komentar:

Posting Komentar