Blogger news

Majalah MAYAra adalah majalah donasi internasional yang berbasis keilmuan tanpa memandang golongan bermodalkan persaudaraan. Bersama Boleh Beda. Allahu Akbar...!!!

Ternyata Rokok Tidak Haram

Di banyak kesempatan alfaqir banyak ditanya, “Mengapa tidak merokok?” Dengan enteng alfaqir jawab, “Bagi alfaqir rokok tidak bermanfaat.” Mengapa alfaqir jawab demikian, karena memang tidak ada nash yang kuat mengenai dalil rokok. Yang ada sekadar ijtihad ulama, antara yang pro rokok dengan yang anti rokok. Jadi, rokok dan merokok benar-benar masalah yang diperselisihkan. Atau, yang lazim dikenal masalah khilafiah. Karenanya, di banyak kesempatan pula mereka yang mempertanyakan mengenai alfaqir tidak merokok selalu diam dan sangat memahami keputusan alfaqir tidak merokok. Karena sifatnya sangat subyektif, yakni tidak manfaat buat diri alfaqir.
Itu sangat berbeda, jika alfaqir menjawab dengan produk-produk fikih. Seperti: makruh dan haram, misalnya. Persoalan menjadi panjang dan pasti muncul perdebatan yang tidak berujung pangkal. Sebab, masing-masing secara subyektif membela pendapatnya. Ini yang alfaqir hindari, yakni meninggalkan perdebatan yang tidak perlu.
Sebagai contoh, jika dijawab, “Hukum merokok adalah makruh.”
Makruh itu artinya perbuatan tersebut lebih baik ditinggalkan. Maka, akan dikejar dengan pertanyaan, “Makruh dari sisi mana?” Apabila makruh dari sisi bau mulut yang dianalogkan dengan bau bawang putih. Maka, jika rongga mulut secepatnya dibersihkan setelah merokok. Selesai persoalan. Karena makruhnya rokok disebabkan meninggalkan bau mulut yang tidak sedap; wa-llahu a’alam.
Boleh jadi. Makruhnya karena belum memiliki penghasilan. Sehingga untuk membeli rokok harus menggunakan uang pendidikan. Atau, harus menghutang untuk beli rokok. Maka, ini dapat dijawab, merokok tidak makruh lagi jika si perokok diberi rokok temannya. Pokoknya sangat banyak lagi perselisihan-perselihan yang timbul.
Dan, lebih dahsyat lagi, jika merokok dihukumi haram. Maka, orang yang merokok akan bertanya, “Dari sisi mana rokok dapat dikategorikan haram?”
Bagaimana dapat divonis haram masalah rokok. Wong rokok itu masalah aktual. Artinya, di jaman Nabi saw tidak ada rokok seperti rokok di jaman modern. Konon bahasa Arab rokok saja tidak ada. Dan, dalil secara sharih sendiri di dalam al-qur`an dan al-hadis juga tidak ada.
Bagi mereka yang menganut pendapat, bahwa rokok itu haram. Dengan asumsi rokok itu mengakibatkan penyakit. Ada lagi yang mengatakan, rokok mengakibatkan kematian. Ada juga yang berpedapat asap rokok menjadi racun bagi para perokok pasif. Benarkah demikian?
Jika alasan pengharaman rokok itu karena: mengakibatkan penyakit; mengakibatkan kematian; dan asapnya menjadi racun bagi orang yang berada di sekitar si perokok. Hal ini dapat dianalogkan, bahwa setiap hal yang mengakibatkan penyakit, yang mengakibatkan kematian, dan asap yang menjadi racun bagi orang-orang adalah haram.
Ini Cara Berpikir yang sangat berbahaya. Jika illat hukum pengharaman rokok seperti di atas. Maka, orang makan daging kambing bisa menjadi haram. Gara-gara dalam daging kambing sekarang ini banyak mengandung purin. Sedangkan purin yang tinggi berakibat pada tingginya kolesterol dalam darah. Kolesterol yang tinggi dapat mengakibatkan gangguan pada koroner. Adapun koroner yang bermasalah sangat rawan dengan serangan jantung.
Atau, knalpot sepeda motor atau knalpot mobil menjadi haram keberadaannya. Karena gas emisi yang dihasilkan knalpot jauh lebih membahayakan dibandingkan dengan asap rokok.
Yang jelas, masalah rokok sampai kapan pun adalah masalah khilafiah. Karenanya, justru menjadi arogan jika masalah yang ikhtilaf tersebut ditetapkan menjadi sebuah vonis hukum baru.
Jika memang tidak hukum yang sharih terhadap sesuatu. Biar saja berjalan apa adanya. Yang penting tetap terus memberikan pencerahan kepada segenap umat manusia, agar hidup: Sehat; Sejahtera; dan Bahagia (SSB). Tidak adanya dalil yang sharih pada rokok bukan berarti Allah atau Rasulullah saw lupa. Tetapi memang demikianlah takdir yang ada. Justru di situ manusia dengan kemampuan akal dan kecerdasan yang dimiliki mampu menetapkan pilihan-pilihan yang bermanfaat. Tidaklah Nabi saw telah bersabda, “Tanda kebagusan seorang muslim manakala telah mampu meninggalkan segenap hal yang tidak bermanfaat buat dirinya.”
Marilah kita ber-Islam dengan menyayangi orang lain. Di mana dinul Islam dijadikan Motivasi Kecerdasan guna bersikap memberikan pelayanan dan mendahulukan kepentingan orang lain (itsar). Jika Anda telah belajar qur’an, hadis, dan ilmu, jangan lupa pahami isi Piagam Madinah. Sehingga kita akan dikaruniai hidup menjadi mukmin-muslim yang berilmu: Luwas; Luwes; dan Mendalam. Di samping CC dengan: Tidak syirik; Menjadi ahli derma; dan Selalu memikirkan kebagusan orang lain.
Sangat disayangkan jika umat Islam negeri ini terlalu sering bergelut pada masalah-masalah yang tidak prinsipil. Lalu, serta-merta melalaikan yang sangat prinsip. Yaitu, Persaudaraan Mukmin-Muslim Tanpa Tepi. Sebuah jejaring rahmatal lil alamin yang membangun komunikasi sosial dua arah. Yang sama-sama CC dengan cinta dan kasih-sayang di dalam melakukan pribumisasi Islam, baik dengan pendekatan akulturasi budaya dan asimilisasi budaya.
Karenanya, kewajiban setiap mukmin-muslim negeri ini adalah menciptakan kerukunan dan persatuan-kesatuan. Sehingga benar-benar terwujud sebuah Persaudaraan Tanpa Tepi dengan pilar Prinsip Trianggulasi: Meng-Allah-kan Allah; Me-manusia-kan manusia; dan Meng-alam-kan alam.
Yang perlu diketahui, salah satu penyumbang mengapa kaum muslimin tidak rukun dengan sesama saudara muslim lain. Karena “kuwalat” dengan lingkungan hidup yang tidak dijaga. Di mana lingkungan hidup yang seharusnya dijaga, diberdayakan, dan dilestarikan. Dengan tamak manusia Indonesia yang konon beragama justru mengeksploitasinya.
Seorang mukmin berarti orang yang: Mengimani Allah dan rasul-Nya; Menyayangi sesama umat manusia; dan Melestarikan alam lingkungannya. Inilah embrio Prinsip Trianggulasi yang harus terus digulirkan dan disyiarkan ke segenap negeri ini. [ ]

0 komentar:

Posting Komentar