Blogger news

Majalah MAYAra adalah majalah donasi internasional yang berbasis keilmuan tanpa memandang golongan bermodalkan persaudaraan. Bersama Boleh Beda. Allahu Akbar...!!!

Gadelisme

Ontran-ontran kejujuran dari timur. Apabila di jaman kemerdekaan ada bang wetan. Yakni, putra fajar, Bung Karno. Sekarang tiupan lengking kejujuran itu disampaikan seorang bocah SD yang baru saja tamat. Namanya AAM (Alifah Ahmad Maulana) 13 tahun. Yang mendapatkan dukungan penuh dari ibunda tercinta, Siami. Ibu muda yang sangat gigih membela kejujuran. Meski harus menelan pil pahit berupa pengusiran warga. Sebab, keluarga ibu Siami dianggap berperilaku memalukan. Sikap warga Gadel mengusir ibu Siami itulah. Sebagai bentuk arogansi jahiliah baru. Yang layak dengan sebutan “Gadelisme”. Yaitu, paham yang menerima kebohongan demi tujuan sesaat, baik yang menguntung secara pribadi maupun kelompok. Di mana masyarakat sangat mendukung kebohongan tersebut. Kebohongan yang sitematis lagi.
Guru yang semestinya digugu lan ditiru. Di era kliptokrasi dan partokrasi ini. Ternyata guru “melegalkan” tindak asusila dalam dunia pendidikan.
Pepatah yang mengatakan “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Rupanya tepatlah dialamatkan buat para oknum guru yang akhlak dan adabnya tercela. Seperti guru mengajarkan AAM buat menyontek berjama’ah. Ternyata tidak hanya korupsi berjama’ah. Tetapi ada juga menyontek berjama’ah. Lantas pertanyaannya, siapa ya imamnya?  
“Gadelisme” sebuah paham baru yang muncul menyeruak dalam kehidupan masyarakat bangsa Indonesia. Seperti mengamini kesalahan. Mengamini kebohongan. Ketidak-berdayaan rakyat miskin terhadap struktur yang membuatnya jatuh miskin. Ketidak-berdayaan ulama menyuarakan kebenaran. Akibat struktur negara yang mencengkeram orang-orang jujur. Semua itu akibat bangsa ini tidak menjalankan Pancasila dan UUD 1945 dengan murni dan konsekuen.
Sirnanya pemahaman terhadap Pancasila dan UUD 1945. Menjadikan bangsa ini lambat tetapi dapat dirasakan akibatnya. Yaitu, bangsa Indonesia jatuh pada model negara kliptokrasi dan partokrasi.
Kliptokrasi yaitu negara dipimpin para maling. Sedangkan, partokrasi yaitu negara dikendalikan oleh kekuatan partai politik. Kedua model negara ini saling melengkapi. Karena boleh jadi para maling itu diusung oleh partai politik. Buktinya sangat sederhana. Rakyat memiliki hak politik hanya ketika nyontreng. Setelah itu habis manis sepah dibuang. Anehnya rakyat selalu dinina-bobokan lalu ditipu dengan bahasa-bahasa agama.
Misalnya, termasuk paham “Gadelisme”. Setiap pemilihan kepala daerah, termasuk pemilihan presiden dan pemilihan umum, atau pemilihan calon DPR. Selalu ada yang namanya “bagi-bagi uang”. Yang sering diistilahkan dengan “serangan fajar”. Semua tahu perilaku bejat tersebut. Tapi mengapa bangsa yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Minat ibadah haji dan ibadah umrohnya sangat tinggi. Begitu ahlan wa sahlan dengan: suap, sogok, pungli, mark up dana, nyatut, mencuri timbangan, dan menipu??
Mencari siapa yang salah. Seperti mengurai benang ruwet. Tidak ada ujung pangkalnya. Kuncinya, kita semua harus menolak setiap bentuk amoral seperti korupsi dalam berbagai bentuk dan modelnya. Dengan kata lain, “Gadelisme” harus ditolak. Siapa pun yang melawan kejujuran. Harus dilawan. Harus disadarkan. Harus diluruskan. Jika tidak dapat? Terpaksa harus dilenyapkan dari muka bumi Indonesia untuk selamanya. Ini jawaba kongkritnya.
Guna melawan paham “Gadelisme”. Setiap manusia Indonesia tidak boleh bangga dengan banyaknya harta, kekayaan, dan tingginya jabatan. Yang kesemuanya didapatkan dengan cara salah. Baik salah menurut agama maupun adat bangsa kita. Kita harus komitmen dengan kearifan budaya dan kearifan nilai yang ada di negeri ini.
Kita tidak boleh latah dengan istilah modern. Modern harus diterjemahkan dengan rahmatal lil alamin. Modern harus memberkahi kehidupan segenap umat manusia. Jadi, kapitalisme, materialisme, dan permisifisme itu sangat tidak modern. Justru tindakan AAM dan ibu Siami itulah yang menunjukkan, bahwa keduanya sangat modernis, islamis, dan pancasilais. Maka, yang menolak cara berpikir AAM dan ibu Siami itu boleh jadi mereka mengidap penyakit: jahiliah. Yakni, anti kejujuran, anti keikhlasan, dan anti tauhid. Dengan demikian mereka tidak modernis, tidak islamis, dan tidak pancasilais.
Apabila itu dikatakan ektrim. Maka, masih adakah kata yang baik buat mereka yang menolak kejujuran, menolak keikhlasan, dan menolak tauhid. Kejujuran itu landasan agama. Hilangnya kejujuran berarti matinya peran agama dalam kehidupan masyarakat. Agama sudah tidak lagi berdaya melakukan “perubahan sosial”. Sebaliknya, agama menjadi market (pasar). Pesan-pesan agama disesuaikan dengan kemauan para “pemesannya”. Bahkan, banyak dijumpai agama sekadar menjadi bemper kepentingan sesaat. Ketika mau khitanan butuh agama. Ketika mau menikah butuh agama. Ketika ada kematian butuh agama. Tetapi di luar ketiga acara itu agama tersimpan dalam almari besi. Yang membukanya saja harus menggunakan kode-kode terentu.
Inilah akibat apabila masyarakat sebuah bangsa itu kufur nikmat. Maka, krisis yang terjadi tidak dapat diurai. Sebaliknya, tambah mbulet tidak jelas ujung pangkalnya. Ingat negeri Saba`???
Itulah sebabnya, alfaqir mengajak kepada segenap pembaca yang memiliki akhlak mulia dan tatakrama terpilih, untuk senantiasa syukur nikmat. Bersyukur atas segenap nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah ta’ala. Sehingga Allah swt menambah banyak kenikmatan buat bangsa, negara, dan rakyat Indonesia. Amin. [ ]

0 komentar:

Posting Komentar