Blogger news

Majalah MAYAra adalah majalah donasi internasional yang berbasis keilmuan tanpa memandang golongan bermodalkan persaudaraan. Bersama Boleh Beda. Allahu Akbar...!!!

Pesona Pancasila

Sejak lima tahun terakhir alfaqir merasakan ada yang aneh dengan kehidupan berbangsa, bernegara, dan beragama di Indonesia. Alfaqir menyadari boleh jadi perubahan mendadak tersebut akibat terjadinya reformasi politik. Seperti burung lepas dari sangkar. Lama dikurung lalu mendapatkan kebebasan. Sayang para burung tersebut ternyata tidak sanggup survival di luar sangkar. Sehingga  para burung itu “kembali” dalam sangkar masing-masing. Berkicau seenaknya sendiri. Beratraksi sesuka hatinya. Tapi, bagaimana pun mereka tetap kawanan burung yang tidak mampu mandiri.
Demikian kurang lebih gambaran masyarakat Indonesia pasca reformasi hingga sekarang ini. Semua berunjuk gigi. Banyak pula yang berunjuk rasa. Bahkan, ada yang menjadikan unjuk rasa demi pemenuhan maisyah. 
Yang memiliki ormas. Dia bangga dengan ormasnya. Yang mempunyai parpol. Dia bangga dengan parpolnya. Yang punya jama'ah. Dia bangga dengan jama'ahnya. Pokoknya masyarakat Indonesia tenggelam dalam kebanggaan mereka masing-masing. Mereka pasti marah apabila tersinggung atau disinggung kepentingannya. Mereka semua merasa penting di negeri ini. Sehingga yang menjadi pemandangan saben hari terjadinya “rebutan benar”. Silahkan perhatikan media masa dan televisi di negeri ini. Tidak ada tayangan yang mencerminkan “rebutan salah”. Padahal “rebutan salah” merupakan kearifan lokal bangsa Indonesia yang turun-temurun, sejak era Atlantis I & II lalu era Lemuria, sampai era Kalingga, Sriwijaya, dan Nusantara (Majapahit).
Sehingga masyarakat bangsa ini benar-benar sebagai pengamal “Berbudi bowo leksono”. Yang jauh dari watak “Adigang adigung lan adiguno sopo iro sopo ingsung”. Inilah karakter masyarakat bangsa Indonesia yang kini luntur, bahkan nyaris hilang. Kini bangsa Indonesia masyarakatnya tidak lagi memiliki panutan dan pegangan hidup. Tak terkecuali dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Anehnya, cara beragama pun mulai bergeser dan hal itu sangat berpengaruh pula pada Cara Berpikir pemeluknya.
Apabila masyarakat bangsa ini sadar, dan mau kembali memahami sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Niscaya menemukan kembali semangat hidup sebagai orang Indonesia. Di mana kita bangga ditakdirkan Tuhan YME menjadi orang Indonesia yang beragama. Betapa tidak?! Kita orang Indonesia adalah keturunan dari garis para manusia hebat. Sebut saja Nabi Adam as, Nabi Sis as, Nabi Idris as, dan Nabi Nuh as. Yang kemudian menurunkan bangsa besar, seperti: Atlantis I, Atlantis II, dan Lemuria.
Yang apabila dicermati ada lima pilar yang mereka sangat pegang teguh. Sebagai wujud ijtihad kehidupan. Sehingga agama menjadi membumi dan dijalankan dengan sangat indah lagi apik. Lima pilar itu yang kemudian oleh pendiri bangsa ini dikristalkan menjadi Pancasila. Lima sila yang menjadi ideologi negara. Silahkan cermati dengan seksama. Hancurnya: Atlantis I, Atlantis II, Lemuria, Kalingga, Sriwijaya, dan Majapahit. Selalu diakibatkan masyarakat menjadi kufur nikmat setelah mengalami kejayaan, kemakmuran, dan keadilan. Lalu, tidak lagi CC dengan kelima pilar kehidupannya. Sudah seharusnya setiap generasi dari bangsa Indonesia menyadari hal itu. Yang mana kehancuran setiap bangsa dan peradaban umat manusia dikarenakan kufur nikmat, yang menjadikan masyarakat cinta dunia (hubbud dunya).
Bagi generasi sekarang, Pancasila harus dijadikan warisan leluhur yang diamalkan. Pancasila adalah hasil ijtihad politik para pendiri bangsa. Sehingga kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk, heterogen, dan plural. Dapat rekat hidup rukun dalam wadah kebangsaan yang adil dalam kemakmuran. Yang disebut Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan pengamalan nyata Bhinneka Tunggal Ika. Semua itu mengacu pada koridor hukum yang jelas, UUD 1945 sebelum amandemen. Sayang amandemen harus terjadi meski sama sekali tidak menguntungkan rakyat Indonesia. Dan, belum terlambat untuk kembali kepada UUD 1945 yang asli.
Pancasila adalah ideologi terbuka. Pancasila merupakan dasar falsafah negera Indonesia. Itulah sebabnya, jangan sekali-kali penguasa dan pemegang kebijakan di negeri ini memaksakan kehendak dengan “tafsir tunggal” atas Pancasila. Yang pernah terjadi pada jaman rezim orde baru (Orba). Akibatnya, rakyat “alergi” dengan Pancasila. Presiden, MPR, dan DPR harus paham mengenai hal itu. Supaya rakyat Indonesia mengamalkan Pancasila, beri mereka hak untuk membicarakan, mengritisi, dan memberikan masukan demi eksistensi Pancasila yang membumi. Lembaga terhormat seperti MPR dengan penuh keterbukaan dan kearifan, menampung semua hal yang masuk dari rakyat mengenai Pancasila tersebut. Prinsipnya, Pancasila harus menjadi milik rakyat. Jangan menjadi “milik” penguasa. Yang ujung-ujungnya menjadi “alat” mempertahankan kekuasaan.
Pancasila sebagai ideologi negara sudah final. Presiden, MPR, DPR, pejabat tinggi negara, ulama, pendeta, biksu, pengusaha, pemuda, dan perempuan Indonesia tidak perlu malu mengutip Pancasila dan UUD 1945. And toh, keduanya tidak bertentangan dengan agama.
Pancasila bukan sesembahan. Pancasila bukan agama. Pancasila itu alat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga kehidupan rakyat dan masyarakat bangsa dan negara Indonesia mampu “Toto tentrem slamet raharjo memayu hayuning bawono”.
Indonesia adalah Indonesia. Bukan yang lain. Maka, jangan sok Amerika, sok Arab, sok Eropa, dan sok-sok yang lain. Kita harus bangga dengan jatidiri dan kepribadian sebagai orang Indonesia. Bangsa Indonesia. Negara Indonesia. Jadilah Indonesia. Jangan yang lain. Apabila orang beragama. Jadilah orang beragama yang orang Indonesia. Apabila Anda muslim. Jadilah muslim atau muslimah Indonesia. Begitu juga dengan yang lain.
Apabila Anda dengan ikhlas mengamalkan agama. Melakukan pribumisasi agama. Maka, Anda secara tidak langsung sudah mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Yang dapat mengawal dan mengamankan Pancasila hanya masyarakat dan seluruh rakyat Indonesia. Siapa pun harus paham mengenai hal itu. Inilah Pesona Pancasila yang diselisihi orang-orang yang dalam hatinya sudah tidak ada lagi keindahan, kecuali egoisme

0 komentar:

Posting Komentar