Blogger news

Majalah MAYAra adalah majalah donasi internasional yang berbasis keilmuan tanpa memandang golongan bermodalkan persaudaraan. Bersama Boleh Beda. Allahu Akbar...!!!

Bohong, Awal Kehancuran!

*Drs. Najib Sulhan, MA


Sore itu ada telepon berdering kencang sekali. Seorang anak menghampiri dan hendak mengangkatnya. Sebelum telepon diangkat, ibunya sempat titip pesan, ”Nak, kalau ada yang menanyakan ibu, bilang  kalau ibu tidak ada di rumah.” Ternyata dugaan ibu tidak salah. Telepon itu menanyakan ibu. Dengan santainya, anak ini menyampaikan kalau ibunya tidak ada di rumah.
Setelah telepon itu ditutup, si anak menyampaikan kepada ibunya, ”Bu, saya sudah menyampaikan kalau ibu tidak ada di rumah.” Ibu ini tersenyum dan memberikan dukungan atas apa yang dilakukan oleh anaknya.
Persoalan di atas kelihatan sepele, hanya persoalan telepon. Mungkin saja orang yang menelepon  tidak tahu, bahkan sudah tidak mau peduli. Justru yang menjadi persoalan besar adalah ketika orangtua dengan sengaja mengajarkan kebohongan kepada anaknya sendiri.
Mungkin bagi orangtua hal itu biasa, bukan persoalan besar. Namun bagi anak, ini adalah hal yang luar biasa. Anak telah mendapatkan pelajaran dari orangtuanya sendiri, bahwa bohong itu boleh, bohong itu tidak apa-apa. Bisa saja anak memiliki persepsi bahwa bohong perlu dilakukan.
Kadang kita sering berpikir, kapan kebohongan itu mulai bersemi pada diri anak. Padahal anak ketika dilahirkan dalam keadaan fitrah. Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat al-A'raf ayat 172,  “Dan Ingatlah, ketika tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil persaksian terhadap jiwa mereka (seraya Berfirman): Bukankan Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul, Engkaulah Tuhan kami, kami menjadi saksi.”
Jawaban itu ada pada diri setiap orangtua. Sejak kapan kata-kata bohong itu diajarkan, saat itulah anak mengenal kebohongan. Justru anak mengenal kebohongan lebih banyak dari lingkungan yang paling dekat dengan dirinya, yaitu orangtua.
Dalam beberapa peristiwa, justru kebohongan adalah awal dari terjadinya kehancuran. Bahkan boleh dibilang bahwa kebohongan adalah salah satu sifat orang yang munafik. Sekali berbohong dan tidak diketahui, maka esoknya akan melakukan kebohongan yang lebih besar. Dalam urusan pekerjaan, ketika sudah mulai ada kebohongan, maka suasana tidak akan kondusif. Begitu juga di dalam rumah tangga, ketika kebohongan sudah mulai bersemi, maka akan berdampak pada kurangnya keharmonisan keluarga.
Orang yang biasa berbohong, ketika melakukan kesalahan, sulit untuk mengakui kesalahannya. Justru yang dilakukan untuk menutupi kesalahan adalah dengan mencari-cari alasan sebagai bentuk pembenaran.
Ada sebuah kata bijak yang perlu kita renungkan bersama, ”99% kegagalan berasal dari orang yang mempunyai kebiasaan membuat alasan”. Ini artinya, alasan adalah suatu kebohongan yang  menjadi belenggu seseorang. Semakin banyak berbohong, maka akan semakin lemah dan tidak berdaya.
Sebaliknya, kejujuran menjadi kunci sukses. Rasulullah Muhammad saw menjadi orang yang paling berpengaruh di dunia adalah karena memiliki sifat siddiq, selalu benar. Apa yang ada di dalam hati, diucapkan, dan dilakukan selalu serasi. Tidak ada kebohongan.
Dalam beberapa penelitian tentang orang-orang sukses, jujur menempati urutan yang paling tinggi. Ini menunjukkan bahwa kunci sukses bukan pada kepandaian, nilai dalam ijazah, tetapi mental yang akan menentukan semua. Bahkan hasil penelitian di Harvard University menunjukkan bahwa 85% keberhasilan seseorang ditentukan oleh mentalnya. Sementara 15% ditentukan oleh kepandaian dan kemampuan mereka.

*Penulis adalah Pemerhati Pendidikan Majalah MAYAra


0 komentar:

Posting Komentar