Blogger news

Majalah MAYAra adalah majalah donasi internasional yang berbasis keilmuan tanpa memandang golongan bermodalkan persaudaraan. Bersama Boleh Beda. Allahu Akbar...!!!

Nyarug

ilustrasi: dok.

Kaki merupakan anggota tubuh yang paling bawah bila kita sedang berdiri. Kaki juga sebagai penopang semua anggota badan seluruhnya agar bias tegak benrdiri. Namun kaki juga yang harus kesandung atau terantuk batu bila berjalan kurang hati-hati.
                Nyarug secara bebas bisa diartikan, suatu kegiatan mengambil dan atau memindahkan sesuatu agar tidak pada tempatnya, bisa juga dikatakan menggeser sesuatu dari tempat semula dengan menggunakan kaki. Bedanya dengan kesandung adalah, kalau nyarug ini kegiatan kaki yang disengaja sedang kalau kesandung tidak disengaja dan barang yang disandung kadang juga tidak sampai bergeser. Sama-sama perilaku kaki namun dampaknya sangat berbeda. Akibat kesandung, hampir semua anggota tubuh ikut merasakan, bahkan mata saja yang jauh dari kaki ikut meneteskan air mata. Namun kalau nyarug yang dilakukan, hanya kaki dan kepala saja yang merasakan. Artinya bahwa kaki berbuat nyarug tersebut jelas tidak secara reflek bergerak sendiri untuk nyarug. Namun karena nyarug merupakan perbuatan kesengajaan, maka jelas ada perintah dari kepala yang berisi otak sebagai pusat pengendali syaraf seluruh tubuh. Sehahingga kalau ada kaki nyarug sesuatu sudah jelas kepala tahu dan memang itu merupakan perintah dari saraf otak. Namun juga sudah menjadi kebiasaan pula kalau kaki nyarug sesuatu, tentu kaki pula yang disalahkan, bukanya kepala yang memerintahkan nyarug tersebut.
                Lakon “Nyarug” inilah yang baru digelar dalam pewayangan pemerintahan Indonesia dengan semangat pemberantasan korupsinya. Namun ternyata, dalam alur ceritanya banyak kesalahan pakem dan terkesan lambat dalam menuntaskan lakon tersebut. Tak jarang pula pementasanya bisa mandeg atau dihentikan begitu saja kalau sudah mengarah pada diri sang dalang dan keluarganya. Ironi memang, pementasan wayang pemerintahan Indonesia ini, ternyata sang dalang juga ikut bermain jadi wayang pula.
                Banyak kasus korupsi atau nyarug uang rakyat di negeri ini pementasannya menyalahi pakem dan terkesan mandeg di tengah jalan. Yang baru digelar dan masih hangat pementasanya adalah pagelaran korupsi proyek-proyek olah raga. Penetapan tersangka sudah diumumkan, namun belum juga dilakukan penahanan. Dalam kasus yang lain seorang bendahara partai besar juga sudah dijebloskan ke tahanan beserta isteri dan teman-temanya, termasuk mantan puteri Indonesia.
                Diakui atau tidak, kegiatan nyarugnya bersifat kemaruk alias murko bin tomak. Bagaimana tidak, seandainya nyarugnya dengan kaki satu saja, maka masih bisa tetap berdiri, karena nyarugnya dengan kedua kaki maka terjatuhlah tubuh ini. Hambalang iya, wisma atlit iya, padahal Century masih terkapar, lumpur Lapindo sesak nafas, simulator sim terseok-seok dengan banyaknya penyidik yang mengundurkan diri dan ditarik kembali ke institusinya, dan masih banyak lagi.
                Sudah menjadi lagu lama, bahwa kegiatan nyarug ini yang dipersalahkan dan dijadikan tersangka tetap saja para kaki, maka tidak segan dan malu sang kepala berani sesumbar untuk digantung di Monas. Sang kepala merasa bersih walau memang dirinya tahu dan mungkin atas perintahnya. Coba dibayangkan, orgnisasi sebesar itu, bendahara melakukan nyarug sedang kepala dan tangan tidak mengetahuinya, sangat lucu memang lakon nyarug kali ini. Sedang organisasi setingkat RT saja, semua keuangan baik yang masuk atau keluar dari seorang bendahara RT, tercatat rinci dan atas sepengetahuan serta persetujuan dari ketua RT. Maka tunggu saja saatnya rakyat tidak mempercayai lagi kinerjanya dan bersiaplah tumbang sebagai mantan organisasi besar. Tapi secara hukum alam memang demikian, kalau besarnya cepet maka matinya juga cepet. Seperti tumbuhan cangkok atau okulasi yang tidak tumbuh dari biji.
                Kegiatan korupsi adalah kegiatan nyarug yang penuh dengan unsur kesengajaan. Kaki nyarug hanya sebatas menjalankan perintah, bukan reflek yang tanpa sepengetahuan otak kepala. Karena masalah ini bukan kesandungnya kaki, maka kepala juga tidak ikut menangis melalui bola mata. Dan menurut kelaziman pewayangan kita, siapa yang nyarug  itulah tersangkanya. Sehingga sebenarnya para kaki yang sekarang jadi tersangka itu sedang nyarug masalah, bukan kesandung masalah. Maka tunggulah pagelaran wayang ini sampai selesai, kalau tidak keburu hujan lebat dan buyarrr…



1 komentar: