LUKA
I
- untuk saudaraku Palestina
Bila luka-luka itu sampai mataku
Sampai batinku sampai rinduku
Sampai pulakah hatiku mengabarkan
Bahwa
perempuan-perempuan yang menggelepar itu
Adalah puisi yang paling sunyi?
Purwokerto,
November 2012
LUKA
II
Ketika wajah seorang ibu berpupur darah
Berlumur
luka dalam doa
Di sepasang bulat matanya nerawang jauh
Airmata itu membasahi pelupuk
Hingga ke lubuk
Sepertinya amnesia semua ingatan
Di mana rumah, di mana
hewan ternak, dimana pohon-pohon?
Di mana hamparan
karpet rumput?
Di mana kubah
masjid kehijauan dengan adzan?
Di mana suamiku, di mana
anak-anakku?
Di mana sepasang
bulat mataku sepertinya membatu?
Darah-darah telah memahatnya menjadi
Kidung pagi yang dipenuhi dengan sangsi,
tanpa matahari
Purwokerto,
November 2012
LUKISAN
PAGI
- sesudah
Subuh
1)
Pagi ini, embun masih temaram di kelopak mata
Tengadah dalam doa yang rekah
2)
Ketika doa-doa dipanjatkan
Daun-daun merunduk
Pohon-pohon tertunduk
Meneteskan
airmata doa
3)
Usai menerbangkan doa-doa
Engkau sembunyi di balik pagi
Purwokerto,
Desember 2012
AIR
ZAM-ZAM
Terimalah
Sebagai hadiah dari Makkah
Kelak
Bersemburat di balik air zam-zam itu
Cahaya yang entah
Kerinduan yang indah
Purwokerto,
Desember 2012
Yanwi Mudrikah
lahir di Darmakradenan, Ajibarang, Banyumas, 12 Agustus 1989. Cerpennya dalam buku Bukan
Perempuan (STAIN Press, 2010). Puisinya dalam buku Pilar
Penyai’
(Obsesi Press, 2011), Bunga Rampai Buku Puisi Pilarisme
(An-Najah Press, 2012). Dia lulus
Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.) dari Komunikasi Penyiaran
Islam, Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Purwokerto.
0 komentar:
Posting Komentar