Blogger news

Majalah MAYAra adalah majalah donasi internasional yang berbasis keilmuan tanpa memandang golongan bermodalkan persaudaraan. Bersama Boleh Beda. Allahu Akbar...!!!

Sereden


Melakukan perbuatan sesuatu bila dilaksanakan dengan tergesa-gesa dan tidak serius dalam menjalankanya, tentu akan berakibat tidak enak bahkan fatal. Walau terkadang perbuatan tersebut sangat enak dan mendesak untuk dilakukan sekalipun. Inilah yang dimaksud dengan sereden, yaitu nyantolnya makanan yang ditelan pada tenggorokan atau tersendatnya makanan di kerongkongan. Sereden ini bila tidak segera mendapatkan pertolongan yang berupa glontoran air, tentu akan manjadikan orang yang sereden tersebut bisa sesak nafas dan pendelikan, bahkan lebih jauh akan berakibat pada kematian. Penyebab sereden ini bisa pada factor jenis makanan, belum siapnya tenggorokan dibuat nelan jenis makanan, dilakukan dengan sendau gurau alias tidak serius dalam makan, dan kurangnya cairan dalam makanan. Memang sereden kelihatan sangat mudah penanggulanganya, cukup digelontor air minum, maka selesai sudah. Namun factor kecepatan dan kesegeraan penanganan inilah yang semestinya lebih penting, agar tidak berakibat lebih parah.
     Mungkin inilah yang dialami oleh bangsa tercinta ini, dimana banyak kalangan mulai dari rakyat sampai aparat, sereden berjama’ah. Bagaimana tidak, reformasi yang telah berjalan di negeri ini seakan nyantol atau tersendat sebatas tenggorokan ibu pertiwi. Penindakan koruptor serta prilaku korupsi malah tumbuh merajalela, mulai pengentitan raskin dari oknum pengurus RT sampai penyalah gunaan jabatan partai untuk minta jatah pada proyek-proyek Negara. Belum lagi pungli, hampir disetiap lini birokrasi masih saja berlangsung dan bahkan tumbuh subur ditiap-tiap penyelenggaraan lembaga Negara. Jargon dan semboyan reformasi masih sebatas enak didengar namun tidak enak untuk dilakukan. Artinya bahwa, bangsa ini ternyata masih belum siap untuk menelan makanan yang berbentuk reformasi. Sehingga yang terjadi, bukanya malah bertambah baik Negara ini, namun malah semakin saling mencari kesempatan untuk mengeruk kekayaan demi kepentingan pribadi dan kelompok. Kesempatan demi kesempatan seakan tidak mau dilepaskan begitu saja oleh para  pelaku pencari kesemptan untuk memanfaatkan pihak lain. Hal ini sama halnya dengan tenggorokan bayi dikasih makan salak sepet, tentu sang bayi akan sereden dan pendelikan sesak nafas. Belum siapnya komponen tenggorokan bangs inilah yang menjadi salah satu sebab mengapa makanan reformasi tersendat.
     Selain sebab belum siapnya tenggorokan bangsa ini, ternyata makanan yang berupa reformasi perlu butuh air untuk menggelontornya agar lancer sampai masuk ke dalam perut ibu pertiwi. Gelontoran air semangat aparat birokrat dan penegak hukumlah yang seharusnya menjadi pelancar reformasi agar tidak tersendat lagi. Namun ternyata air yang dipakai gelontorpun mengandung lumpur Lapindo, sehingga bukanya menjadi lancar tapi malah pendelikan dengan bersitegang antara aparat dengan rakyat. Saling hantam dan pukul sudah menjadi pemandangan sehari-hari setiap terjadi aksi unjuk rasa, yang konyol lagi hal ini sudah dianggap biasa dan wajar. Sehingga kalau ada demonstrasi kok tidak ada saling pukulnya, maka dianggap kurang afdhol.
     Belum lagi ditambahi dengan kurang sabarnya masyarakat dalam menerima sesuatu, baik program atau tindakan aparat birokrasi. Bertindak ceroboh dan terburu-buru dalam menelan makanan reformasi agar cepat masuk dan bisa mengenyangkan perut ibu pertiwi. Walau reformasi itu dianggap sebuah makanan lezat sekalipun, namun kalau cara makan dan nelanya tergesa-gesa, maka yang terjadi bukanya masuk ke dalam perut, tapi malah nyantol di tenggorokan. Proses pengunyahan dan pelumatan sintem reformasi belum difahami dengan baik dan benar oleh komponen bangsa ini, maka seredenlah dampak yang ditimbulkanya. Satu sisi pihak pejabat birokrat ingin menikmati hasil kampanye lima tahunan, sedang sisi yang lain, masyarakat ingin segera mendapatkan hasil perubahan dari keterpurukan selama ini.
     Selain factor makanan dan kesiapan komponen bangsa, ada lagi waktu yang sangat mendadak juga bisa menjadi sebab seredenya reformasi ini. Bangsa ini sudah tidur selama kepemimpinan orba, sehingga baru bangun dari tidur dengan kesadaran belum pulih betul sudah dicekoki sarapan berupa reformasi. Makanan senikmat reformasi akhirnya hanya menjadi sebuah makanan yang bikin bangsa ini pendelikan dan pecicilan sebab kesulitan bernafas. Semoga sereden bangsa ini tidak terlalu lama lagi, sehingga bias bernafas dengan lega serta kenyang dengan makanan yang berupa reformasi tersebut.



     

0 komentar:

Posting Komentar