Blogger news

Majalah MAYAra adalah majalah donasi internasional yang berbasis keilmuan tanpa memandang golongan bermodalkan persaudaraan. Bersama Boleh Beda. Allahu Akbar...!!!

Bukti Adanya Allah


Betapa jauh bedanya antara orang yang berdalil [dengan menunjukkan bukti adanya Allah dengan adanya alam] dan orang yang berdalil [adanya alam menjadi bukti adanya Allah]. Orang yang berdalil dengan menunjukkan bukti adanya Allah adanya alam. Dia mengerti kebenaran untuk pemiliknya. Maka, menetapkan perkara dari bukti asalnya. Orang yang berdalil adanya alam menjadi bukti adanya Allah karena tidak sambung sampai kepadaNYA. Kecuali keghaiban Allah sehingga menjadikan dalil atasNYA. Mungkinkah Allah yang jauh hingga memerlukan bukti keberadaan alam yang menyambungkan kepadaNYA

Polemik hebat mengenai keberadaan Allah ta’ala. Terus berjalan entah sampai kapan. Yang satu berdasarkan iman lebih dahulu untuk sampai mengenalNYA. Yang lain ragu-ragu dulu sehingga bukti pembuktian hingga sampai pada iman kepadaNYA.
Bagi kita. Iman menjadi dasar setiap totalitas kegiatan. Mulai ujung rambut sampai ujung kuku kaki. Semua didasarkan pada iman kepadaNYA.
Tetapi rupanya. Atas nama kemodernan yang disutradarai Yahudi. Utamanya thariqat mason. Manusia digiring untuk ragu-ragu dahulu dalam menemukan kebenaran. Memang seolah-olah banyak menawarkan daya kritis dalam menalar. Merasa berbeda dengan keumuman dalam berpikir. Yang dampaknya juga berpengaruh, bahkan mengubah perilaku, orang-orang yang terbiasa berpikir skeptis tersebut.
Seorang mukmin tidak usah terpengaruh dengan pendapat-pendapat atau teori-teori yang dihasilkan oleh kerja akal manusia. Secara induksi hal itu merupakan pembuktian yang menguntungkan keimanan seorang muslim. Sebab, tanpa pembuktian pun seorang mukmin tetap beriman kepadaNYA secara total lagi mutlak.
Misalnya, ditemukan aura pada air oleh seorang guru besar asal Jepang. Itu menguntungkan iman kaum muslimin. Karena ditemukan aura atau tidak. Dengan mengacu kepada al-qur`an dan al-hadis tetap saja beriman kepada ke-Mahakuasaan Allah ta’ala. Justru hasil temuan itu membantu mengokoh-kuatkan dan menyebarkan kebenaran ajaran Islam.
Tapi lucunya. Yang terpengaruh orang-orang Islam sendiri dengan temuan itu. Hal ini menandakan bahwa otak dan cara berpikir sebagian besar umat Islam sudah terpengaruh dengan model induksi. Apabila ada bukti baru percaya dan mengimaniNYA. Betapa lemahnya sikap mental dan perilaku tauhid orang-orang Islam secara mayoritas.
Jika mau disadari dengan mendalam. Iman itu ada sejak ruh ditiupkan dalam janin manusia. Bayi lahir ke alam dunia sudah membawa iman. Seringkali iman dirusak oleh lingkungan terdekatnya, dengan dalih kasih-sayang. Akibatnya, bayi mengalami pertumbuhan yang tidak dibarengi dengan perkembangan dan pemberdayaan keimanan yang sudah dibawanya dari alam rahim.
Ditunjang pola pendidikan dan pembelajaran umat Islam yang tidak padu, karena mengikuti  --membebek secara latah dengan westernisasi—sehingga muncul pemandangan yang menggelikan sekaligus mengharukan. Di mana lahir banyak sarjana dan cerdik-pandai secara akademik. Tetapi tidak memiliki ilmu hikmah dalam aplikasi dan pengamalan di kehidupan sosial masyarakat. Praktis yang terjadi lahirnya pribadi-pribadi yang pecah dalam generasi muslim. Utamanya para generasi mudanya.
Seorang mukmin harus terus-menerus melakukan: kajian, pengajian, penelitian, kepustakaan, tindakan laboratoris, menulis, riset & metodologi, serta berperilaku dan memiliki mental ilmuwan. Tinggalkan jauh-jauh semangat kelompok, jamaah, dan organisatoris yang hanya berkutat pada like and dis-like. Jamaah kaum mukmin jelas, yakni Persaudaraan Tanpa Tepi. Tidak dibatasi oleh apa pun. Detail lagi menyeluruh. Semua itu guna membangun jejaring sosial tauhid. Sehingga lahir sosial administratif syar’i yang padu lagi seimbang.
Jangan menunggu bantuan dan uluran tangan siapa pun. Berkerja dan terus bekerja. Berjuang dan terus berjuang. Dengan terus disertai sikap mental dan perilaku: Cerdas-Ulet-Kreatif (Cuk). Sebab, inilah paramater yang bagus dalam rangka mengukur kecakapan seseorang.
Berpikir dengan model deduksi. Yang dilengkapi dengan model induksi. Akan melahirkan banyak kemanfaatan dan progres demi kemajuan umat Islam. Jangan dibalik berpikir model induksi yang dilengkapi dengan model deduksi.
Berpikir model yang pertama niscaya mampu melahirkan para ilmuwan handal. Seperti yang pernah terjadi pada masa-masa keemasan Islam. Justru sekarang akan lebih hebat. Karena ditunjang dengan kemajuan telekomunikasi dan informasi. Maka, yang paling penting setiap keluarga muslim hendaknya membangun anggota keluarganya menjadi penyumbang yang hebat, demi lahirnya social capital umat Islam ke depan [ ]

0 komentar:

Posting Komentar