Blogger news

Majalah MAYAra adalah majalah donasi internasional yang berbasis keilmuan tanpa memandang golongan bermodalkan persaudaraan. Bersama Boleh Beda. Allahu Akbar...!!!

Ma'iyahkan Indonesia


"Perbedaan itu indah, bersama boleh beda."
Kebersamaan (ma’iyah) itulah sikap dan sekaligus perilaku yang harus menjadi habits baru buat Indonesia ke depan, baik sebagai bangsa maupun sebagai negara. Dan, tahun 1431 hijriah ini hendaknya menjadi awal dari perubahan tersebut. Sebab, hanya dengan kebersamaan, sebuah masyarakat –boleh dipahami sebagai umat atau rakyat—akan memiliki kekuatan jaringan sosial-budaya yang solid.
Ma`iyah adalah sifat kebersamaan. Sebuah penegasan, bahwa manusia diajak dan diteladani untuk memiliki kebersamaan dalam hidup di dunia yang singkat ini. Kebersamaan bukan berarti penyeragaman. Dalam penyeragaman tidak selalu yang diseragamkan itu dapat  bersama-sama. Karena manusia ditakdirkan oleh Allah ta’ala dengan segala keragaman yang dimiliki. Satu hal yang dikehendaki oleh Allah swt, sebagai Sang Penguasa kehidupan, manusia sebagai seorang hamba Allah, dia harus senantiasa “Meng-Allah-kan Allah” guna comitment and consistent (CC) dengan sikap mental dan perilaku “Menomor-satukan Allah”.
Sebaliknya, dalam ma’iyah (kebersamaan) terdapat kekuatan yang sinergi manakala dibangun dengan jejaring sosial-budaya dan agama. Artinya, manusia dalam bentuk yang bagaimana pun, atau yang bermodelkan apa pun, akan mampu bergaul dan hidup dengan suasana saling: memahami, memberi, dan melayani. Sebab, dalam sebuah kebersamaan (ma’iyah) perilaku yang kuat lagi menonjol secara sosio-anthropologis dan sosio-psikologis, adalah kuatnya dalam Berpikir Positif dan Memaafkan Orang lain.
Dapatlah dipahami pula, bahwa hidup manusia yang selalu berkomunitas ini harus benar-benar mampu menjadikan dirinya lebur dalam sebuah ma’iyah. Yaitu: Ma’iyatun billāh; Ma’iyatun fin-nās; dan Ma’iyatun ilal-‘ālam. Ketiga prinsip Trianggulasi Ma’iyah itu harus melebur dalam kehidupan bangsa Indonesia yang heterogen ini. Sehingga Bhinneka Tunggal Ika benar-benar dapat berjalan tanpa harus terusik dengan kemodernan. Artinya, Indonesia yang modern ke depan tetap CC dengan Bhinneka Tunggal Ika tidak akan mengalami perpecahan, pertikaian, dan pertumpahan darah. Sebaliknya, dengan ke-Bhinneka-an yang ada hal itu menjadi modal dasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kehidupan yang serba modern. Semua itu terjadi karena masyarakat bangsa Indonesia CC dengan agamanya. Inilah sebuah konsep rahmatal lil alamin.
Ma’iyatun billāh. Kebersamaan seorang hamba dengan Allah. Ini sebuah potensi yang hebat lagi dahsyat, jika dikelola dengan baik dan benar. Seorang hamba secara terus-menerus senantiasa Berpikir Positif (husnudlan) dengan Allah ta’ala. Dan, ini jumbuh dengan firman Allah ta’ala, yang menyatakan bahwa Allah bersama hamba-Nya di mana pun. Sebagaimana dinyatakan dalam surat al-hadid ayat ke-4, “dan, Dia [Allah] bersama kalian di mana pun kalian berada; wa huwa ma’akum a’nama kuntum.”
Inilah sebuah Teologi Cinta yang dipilari dengan sikap mental dan perilaku seorang hamba, yang selalu “Meng-Allah-kan Allah.”
Ma’iyatun fin-nās. Kebersamaan dalam bermasyarakat. Sebuah potensi sosial-budaya dan agama yang hebat dan dahsyat, apabila dimenejemenkan dengan baik lagi benar. Di mana seorang manusia sebagai anggota masyarakat selalu Berpikir Positif (husnudlan) dengan sesama manusia (baca: orang lain). Dan, ini jumbuh dengan sabda Nabi saw, yang menyatakan bahwa, “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat buat manusia lain; khairun nāsi anfa’uhum lin-nās.”
Inilah sebuah Teologi Perubahan yang dipilari dengan sikap mental dan perilaku seorang hamba, yang selalu “Me-manusia-kan manusia.”
Ma’iyatun ilal-‘ālam. Kebersamaan seorang hamba terhadap lingkungan. Seorang hamba yang menyatu dengan alam lingkungan di mana pun dia ditakdirkan hidup dan ada. Dia telah mampu dialog dengan lingkungannya. Sehingga lingkungannya pun “mau menerima”-nya.
Manusia yang merusak lingkungan. Dia pasti ditolak oleh lingkungan. Itu ditandai dengan lingkungan yang menjadikan manusia hidupnya tidak nyaman lagi aman.
Seorang hamba yang terus-menerus “dialog” dengan alam lingkungannya. Dia akan mampu melebur dengan alam lingkungannya. Ini yang alfaqir sebut dengan hablum minal-‘ālam (hubungan harmonis dengan alam lingkungan).
Inilah sebuah Teologi Lingkungan yang dipilari dengan sikap mental dan perilaku seorang hamba, yang selalu “Meng-alam-kan alam.”
Indonesia adalah Indonesia. Indonesia bukan Arab, bukan pula AS. Indonesia di tahun 2010 masehi harus menjadi bangsa yang mampu membawa kehidupan rakyatnya menjadi lebih: mandiri, sehat, sejahtera, dan bahagia. Indonesia yang mampu menjadikan rakyatnya gemar: Belajar; Diajar; dan Mengajar (BDM). Indonesia yang mengamalkan: Giving not taking; Producing not consuming; dan Working not talking (GPW).
Semua itu dapat berjalan manakala ma’iyah menjadi habits baru bangsa Indonesia. Saatnya sekarang ini Indonesia di-ma’iyah-kan. Dan, bagi jama’ah ma’iyah harus benar-benar mengamalkan segenap hal yang telah alfaqir tulis.
Kata kunci yang harus dipegang teguh, bahwa seorang manusia di kehidupan dunia akan selalu hidup bersama dengan komunitasnya. Inilah manhaj ma’iyah buat bangsa dan masyarakat Indonesia. Indonesia yang maju adalah Indonesia yang memiliki kekuatan jejaring kebersamaan. Kebersamaan dalam arti “Bersama Boleh Beda” (3-B). [ ]

0 komentar:

Posting Komentar