Blogger news

Majalah MAYAra adalah majalah donasi internasional yang berbasis keilmuan tanpa memandang golongan bermodalkan persaudaraan. Bersama Boleh Beda. Allahu Akbar...!!!

Belajar Pada Kucing dan Tikus

*Zaenal Abidin el-Jambey 
Sahabat, ada sebuah pembelajaran yang sangat menarik bagi kita semua. Pelajaran dari makhluk Allah yang bernama Kucing dan Semut. Suatu hari di tengah musim kemarau Tikus dan teman-temannya mengeluh. Hal ini disebabkan makanan yang menjadi jatahnya di tengah musim yang serba sulit ini selalu dirampas oleh Kucing. Hingga suatu hari para tikus ini sudah tidak tahan lagi dengan ulah yang dibuat oleh Kucing tersebut. Diadakanlah rapat guna mengambil langkah-langkah strategis dalam menanggulangi kedhaliman yang dilakukan oleh Kucing itu.
Satu persatu para tikus mengutarakan pendapatnya. Mereka mengutarakan argument-argumen terbaiknya guna mengatasi sikap semena-mena dari kucing yang selalu merampas jatah makanan mereka. Setelah mengadakan rapat yang panjang dan melelahkan akhirnya diambil satu keputusan yang mereka anggap paling tepat dalam menghadang perbuatan Kucing. Keputusan itu adalah bahwa jalan satu-satunya untuk mengamankan jatah makanan para tikus adalah mengalungkan klintingan ke leher Kucing. Para tikus yang hadir di situ begitu gembira dan antusias atas ide cemerlang itu. Setelah ide itu benar-benar disepakati bersama. Para tikus yang hadir dalam rapat besar itu pulang ke rumah masing-masing.
Dalam perjalanan menuju rumah, mereka tampak gembira, sebab selama ini jatah makanan mereka yang selalu diambil oleh Kucing akan terlindungi dan aman. Kucing tidak akan bertindak seenak dan semaunya sendiri. Sampai di rumah, akhirnya para tikus itu bingung sendiri. Otaknya mulai berpikir. “Siapa yang mengalungkan klintingan itu di leher Kucing?????”.
Sahabat, membaca cerita Tikus dan Kucing di atas. Ada pembelajaran yang sangat menarik bagi kita. Di mana, mungkin kita sering mendengar banyak pihak-pihak yang berkeinginan menjadikan Indonesia menjadi negera Islam. Negara di bawah naungan khilafah. Bagus memang.  tapi ketika mereka ditanya negara islam yang seperti apa yang diharapkan. Jawabannya pasti negara islam  Madinah sebagaimana di jaman Rasulullah saw. Jika hal tersebut memang bisa diterapkan saya sungguh orang pertama yang akan mendukungnya. Masalahnya jika yang diinginkan model negara Islam Madinah di jaman Rasulullah seperti itu. Siapa yang harus menjadi Nabi? Siapa yang berhak atas tafsir al-Qur'an dan hadis?? Seperti kita tahu bahwa pemahaman orang mengenai islam itu berbeda-beda. Makannya ada NU, Muhammadiyah, HTI, dll. Itu tidak masalah, justru semakin menguatkan bahwa islam adalah agama yang kaya akan khazanah pemikiran. Tapi ketika ada kelompok-kelompok tertentu yang mengklaim bahwa merekalah yang paling berhak atas tafsir tunggal al-Qur'an dan hadis ini yang jadi masalaahnnya.
Maka hidup di negara Indonesia yang ditakdirkan oleh Allah swt menjadi negera yang plural ini kita harus bersyukur. Sebab para pendahulu-pendahulu kita bisa benar-benar membumikan ajaran islam. Islam Indonesia adalah islam yang santun, ramah dan rahmatan lil alamin. Dan memang seperti itulah sebenarnya agama kesayangan kita ini.
Sahabat, yang terpenting saat ini kita harus rukun. Kita rapatkan shaf persaudaraan kita karena Allah untuk izzul muslimin. Semoga tulisan sederhana ini bisa menjadi bahan reungan kita bersama. 

*Penulis adalah Shantri PeNUS MTI, juga Mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya. 

Aku Harus Memilih



*Zaenal Abidin el-Jambey 

Lantunan ayat suci al-qur’an yang terdengar merdu dan menggetarkan hati bagi para pendengarnya. Sungguh ia renungkan setiap kalimatnya. Matahari yang menampakkan keindahannya yang sebentar lagi akan kembali ke peraduannya setelah satu hari penuh menebar sinarnya di penjuru bumi sungguh membuat Atin tak henti-hentinya memuji Dzat yang menciptakan jagad raya ini. Benarlah jika manusia mau men-tadabburi setiap ayat-ayat-Nya di alam ini pasti akan mengenal-Nya. Tidak usah jauh-jauh seandainya manusia mau memikirkan dirinya sendiri dengan baik dan benar pasti tidak ada kata lain yang terucap bagi seorang hamba, kecuali memuji Tuhannya dengan sebenar-benarnya.
Atin melupakan sejenak masalah yang sedang dihadapinya. Meskipun dalam waktu dekat ini dirinya harus segera memberikan jawaban terhadap tawaran kedua orangtuanya sebenarnya Atin masih ingin melanjutkan pendidikannya seperti halnya teman-temannya. Akan tetapi apa daya orangtua Atin tidak bisa memenuhi keinginan puterinya itu. Kedua orangtua Atin masih mempunyai tanggungan untuk membiayai sekolah adik-adiknya. Yang sekarang masih duduk di bangku SMA dan SMP.
Dengan keadaan ekonomi orangtua Atin yang pas-pasan tidak mungkin dirinya bisa mewujudkan keinginannya untuk melanjutkan pendidikannya ke Universitas Negeri di Surabaya. Biaya pendidikan yang mahal di negeri ini memang bisa mengubur impian putera-puteri bangsa ini untuk meraih impian melanjutkan pendidikan yang lebih tingggi lagi. Sementara para wakil rakyat yang digadang-gadang bisa memperjuangkan nasib wongcilik seolah tidur dengan nyenyaknya di kursi empuk di senayan sana.
“Bu Atin berencana pergi ke Surabaya untuk bekerja dengan Ida, boleh tidak?” pinta Atin kepada Ibunya.
“Untuk apa toh Tin?” Ibunya balik bertanya.
“Sebenarnya Atin ingin sekolah Bu, tapi biaya ndak ada, nah Atin ingin kerja, uangnya Atin tabung untuk kuliah tahun berikutnya. Dan insya Allah, aku juga bisa bantu Bapak dan Ibu kan?” jawab Atin mantab.
“Ndak usahlah Tin!”
“Kenapa Bu?”
“Kemarin Bapaknya Budi menemui Bapakmu, dia rencananya ingin menjodohkan Budi dengan kamu. Bapak dan Ibu tentu saja senang, Budi kan anaknya shaleh serta dari keluarga yang baik pula. Ibu dan bapak berharap kamu tidak menolak keinginan mulia keluarganya Nak Budi.”
Atin diam seribu bahasa mendengar dawuh ibunya tersebut. Dalam hatinya  Atin masih bimbang. Keinginannya sebenarnya dia ingin kuliah dulu setelah lulus S1 baru dia berencana untuk menikah. Tapi dirinya juga tidak bisa berkata ‘tidak mau’ pada orangtuanya. Ia tahu bagaimana anjuran agamanya. Di mana jika ada orangtua anaknya dilamar oleh seorang yang shaleh maka tidak ada alasan baginya untuk menolaknya. Demikian anjuran Nabi saw. Sebagai jebolan sekolah berbasis Islam Atin ingat betul hadis itu. Dirinya kini bingung harus bagaimana.   
Atin hampir saja nekat pergi ke kota untuk bekerja. Meskipun tanpa izin kedua orangtuanya. Tapi ia urungkan niatnya sebab apalah arti sukses dengan uang banyak jika tidak diridlai kedua orangtua. Sama sekali tidak ada gunanya.

*****
Panggilan Allah untuk para hamba-Nya yang beriman telah berkumandang. Atin segera mempersiapkan diri untuk mengikuti jamaah Shalat Maghrib. Ia langkahkan kakinya menuju mushala yang tak jauh dari rumahnya. Dalam sujudnya Atin memohon kepada Rabb-nya supaya bisa melanjutkan pendidikannya. Atin tahu saat sujud itulah saat terdekat antara seorang hamba dengan Tuhannya. Di mana manusia mulia Rasulullah saw mengabarkan bahwa saat sujudlah saat di mana tidak ada sekat lagi antara Tuhan dan hamba.
Sehabis Shalat Maghrib berjamaah Atin segera pulang. Tanpa diduga ia berpapasan dengan Budi, tampaknya Budi akan berangkat mengaji. Ya di dusun Atin tinggal, mungkin hanya Budi sajalah pria dewasa yang masih mau mengaji. Yang lainnya adalah anak-anak usia SD-SMP. Pandangan mereka berdua bertemu dalam sekejap. Entah kenapa Atin merasakan perasaaan berbeda dari biasanya. Ia merasa Budi adalah orang yang sangat dekat dengan dirinya. Perasaan ini tidak ia temukan dalam hari-hari sebelum ini ketika bertatap pandang dengan Budi. Apakah sedahsyat itukah efek memandang lawan jenis? Mungkinkah sebab itu Allah swt dalam al-qur’an memerintahakan para hamba-Nya untuk menahan pandangan. Begitu juga Rasulullah saw yang dengan tegas memerintahakn kaumnya agar menjaga pandangan dan kemaluan. Beliau juga menganjurkan untuk segera menikah bagi para pemuda yang telah mampu. Agar pandangan dan kemaluannya terjaga. Entahlah yang jelas rasa itu begitu halus menyusup dalam relung-relung hati Atin.

******
Dinginnya malam yang membuat siapa saja semakin nyenyak tidur dengan balutan selimut tebal tidak berlaku bagi Atin. Di tengah dinginnya malam ia tidak pernah sedikitpun absen untuk melakukan qiyamullail kecuali memang dirinya dalam keadaaan haid. Bagi orang yang beriman qiyamullail adalah sarana berkomunikasi seorang hamba dengan Rabbnya. Sang hamba merasa lezat di kala munajat dengan Penciptanya. Ia berdoa, beristighfar, bertasbih, dan memuji Sang Pencipta. Dan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, sesuai dengan janji-Nya, akan mencintai hamba yang mendekat kepada-Nya dan Dia pun pasti akan mengabulkan permintaan hamba-Nya yang memohon, utamanya di sepertiga malam yang terakhir. Hal itulah yang disampaikan insan termulia Rasulullah saw dalam banyak sabdanya salahsatunya seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Ahmad, “Sesungguhnya pada malam hari itu benar-benar ada saat yang seorang muslim dapat menepatinya untuk memohon kepada Allah suatu kebaikan dunia dan akhirat, pasti Allah akan memberikannya (mengabulkannya); dan itu setiap malam.”
Atin tentu tidak ingin melewatkan waktu yang sangat mustajabah itu. Meskipun dinginnya udara malam akan membelai siapa saja untuk berlama-lama di tempat tidur dengan balutan selimut di sekujur tubuh. Sudah tujuh hari berturut-turut dia shalat istikharah. Dan malam ini adalah malam terakhir. Atin berharap semoga langkah yang ditempuhnya berdasar istikharah adalah langkah terbaik unutk kebaikannya di dunia dan di akhirat kelak.
Setelah membaca doa istikharah. Atin memohon kepada Allah swt langkah mana yang harus ditempuh. Dia ingin yang terbaik. Menerima tawaran keluarga Budi atau tidak. Setelah diam beberapa saat ia tetapkan langkah apa yang harus ditempuhnya. Ia yakin langkah inilah langkah yang terbaik.
Atin melirik jam dinding  yang ada di sampingnya ternyata masih jam 03.30 waktu subuh masih 45 menit lagi, sambil tersenyum kecil ia menuju ke tempat tidurnya. Tak lupa Ia pasang alarm pada HP-nya agar tidak ketinggalan jamaah shalat shubuh.
*****
Pagi itu tampak cerah matahari dengan senyumannya yang menghangatkan penduduk bumi. Dia tidak pernah mogok sehari pun untuk menyinari bumi. Ia selalu tunduk dengan perintah Tuhan-nya. Tak pernah lelah menebar aroma kehangantan bagi penduduk bumi. Itulah salah satu ayat kauniyah-Nya untuk manusia supaya total dalam pengabdian kepada-Nya. Tak jauh berbeda dengan cerahnya pagi itu, Atin pun nampak sumringah ia ingin segera menyampaikan hasil istikhrahnya kepada orangtuanya.
”Bu, Atin dalam beberapa hari ini sudah istikharah.”
” Terus hasilnya Tin?” ibunya menyela.
”Atin putuskan untuk menerima lamaran keluarga Mas Budi Bu!”
”Alhamdulillah............................”
Ibu dan Bapak Atin tampak gembira dengan keputusan anak mereka. Bukan sebab Atin mau menerima lamaran dari keluarga Budi. Tapi mereka bangga dengan anak perempuannya itu. Meskipun hanya tamatan Madrasah Aliyah perangainya dan akhlaknya sangat membanggakan kedua orangtuanya. Selama ini sekiranya Atin akan mengambil keputusan yang ia anggap penting tidak pernah lupa ia shalat istikharah.  Ya, memang seperti itulah seharusnya seorang muslim-muslimah. Dalam setiap langkah yang akan ditempuh selalu meyertakan Allah bahkan dalam naik turunnya nafas, berkedipnya mata sampai berdetaknya jantung sekali pun. Semuanya selalu Allah disertakan oleh seorang muslim-mukmin.
Sekarang Atin telah bersiap memulai babak baru dalam kehidupannya. Akhlakul karimah yang telah ia perjuangkan dalam dirinya selama ini. Pasti ia berharap untuk terus memiliki akhlak tersebut. Sampai dirinya bersanding dengan Budi nanti. Berbakti dengan suami dan berharap bisa bersama selamannya di dunia dan di akhirat sebagai sepasang kekasih yang dirahmati oleh Allah. Bukan hanya Atin tapi semua orang di dunia pasti menginginkan hal itu. Menjadi pengantin di surga dengan isteri isteri tercinta di dunia.  

*Cerpenis adalah Shantri PeNUS MTI, juga mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Ibadah Kurban Mengajarkan Untuk Menjadi Orang Indonesia Yang Penuh Cinta Kasih Lagi Satun

Khutbah Nasional Pesantren Nusantara
 Ma’had TeeBee Indonesia (MTI)

Oleh:
Omda Romo Ajar (RA) Sidi Miftahulluthfi Muhammad bin Zain bin Aly al-Ya’quby al -Mutawakkily




اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ۷×
اَللهُ أَكْبَرُ كبيرا و الحمد لله  كثيرا
و سبحان الله بكرة و أصيلا

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي جَعَلَ هَذَا الْيَومَ مِنْ أَعْظَمِ اْلأَيَّامِ
أَشْـهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ 
وَ أَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَ نَبِيَّنَا مُحَـمَّداً عَبْدُهُ وَ رَسُولُهُ  
اَللَّــهُمَّ  صَلِّ  عَلَى  سَـيِّدِنَا مُحَــــمَّدٍe فِى اْلأَوَّلِيْنَ وَ اْلآخِرِيْنَ،  وَ عَلَى  آلِهِ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْراً
أَمَّا بَــعْدُ، أَيُّهَا النَّاسُ أُوصِيْكُمْ وَ نَفْسِى بِتَقْوَى اللهِ، إِعْلَمُوا أَنَّ هَذَا الْيَومَ يَومٌ عَظِيمٌ
شَرَّفَهُ اللهُ وَعَظَّمَهُ وَسَمَّاهُ يَومَ الْحَجِّ  اْلأَكْبَرِ، فَعَظَّمُوا مَا عَظَّمَ اللهُ مِنْ حُرْمَةِ يَومِكُمْ هَذَا بِاْلإِيثَارِ لِطَاعَتِهِ وَالتَّرَوُّعِ عَنْ مُسَاخَطِهِ وَمُخَالَفَتْهِ، قَالَ اللهُ I فى سورة الكوثر؛




Bismillãhi mã sya`allãh,
lã quwwata illa billãh,
Allãhu akbar 2x
Allãhu akbar wa li-llãhil hamd.

Inilah suasana pagi yang indah, sejuk, nyaman, dan menggembiraan setiap orang yang tidak mengalami kelainan jiwa. Di mana jiwa-jiwa yang sehat. Pagi ini merefleksikan bahwa hatinya memang benar-benar sehat. Hal itu ditandai dengan berkumpulnya kita di bumiNYA. Bersimpuh. Bersila. Duduk sama rendahnya. Di atas tikar, atau koran. Ada juga yang menggunakan sejadah. Bahkan, tidak sedikit, yang berada di trotoar-trotoar, atau jalan raya.
Anehnya, kita semua rela melakukan hal ini. Mengapa dapat terjadi? Karena kita mendahulukan iman ketimbang akal rasional. Iman yang membawa kita ke tempat ini. Demikianlah, apabila hati itu senantiasa diisi sekaligus dihiasi dengan: Tauhidullah; Taqwallah; Tawakkal ‘ala-llah; dan Ikhlasun niat dalam kehidupan sehari-hari.
Hati dan jiwa yang sehat. Setiap kali mendengar kumandang atau pekikan takbir, niscaya bulu kudu’ dan hatinya senantiasa bergetar serta jiwa-jiwa kemukminannya bergemetar. Di sebabkan sadar bahwa pada Idul Adh-hã terdapat peristiwa bersejarah, yang mahadasyat yang dididikkan Allah SWT kepada segenap umat manusia. Yakni, peristiwa keimanan yang terbingkai ke dalam ibadah qurban.
Di mana umat manusia diajarkan untuk selalu: bersabar, bersyukur, dan berpikir positif. Sehingga takdir Allah azza wa jalla dapat dijalankan dengan penuh kebanggaan, apa pun yang sedang dilakoninya. Seperti, yang telah dilakonkan oleh Nabiullah Ibrahim as dengan putra kesayangan beliau, Nabiullah Isma’il as.

Allãhu akbar 2x
Allãhu akbar wa li-llãhil hamd.

Kita semua harus sadar sesadar-sadarnya. Bahwa, apa-apa yang dilakonkan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il, adalah wujud pembelajaran sifat kepada seluruh umat manusia, khususnya warga bangsa ini, agar benar-benar menjadi orang Indonesia yang CC (commitment & consistent) dengan sikap mental dan perilaku cinta-kasih lagi santun dalam kehidupan sehari-hari; di mana pun, kapan pun, ketika menjadi apa pun.
Itulah sebabnya, para bapak pendiri bangsa ini mendorong terjadinya praktek agama, dengan meng-idiologi-kan pesan dan nilai agama ke dalam Pancasila, yakni pada sila pertama, “Ke-Tuhan-an yang Maha Esa”.
Tujuannya, sangat sederhana, agar pesan-pesan langit dapat segera membumi. Di-azzam-kan, dengan semangat meng-esa-kan Allah ta’ala. Maka, sila ke-2 sampai sila ke-5, benar-benar dapat dilaku-amalkan oleh segenap warga negara Indonesia. Yang sudah barangtentu, dimotori atau diteladani dari para: eksekutif-nya, legeslatif-nya, dan yudikatif-nya. Sehingga warga masyarakat bangga di dalam melakukan keteladanan-keteladanan kepada para tokohnya.
Budi pekerti yang mulia. Dan, tatakrama terpilih yang dilakonkan Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il. Adalah, buah dari sikap mental dan perilaku keduanya di dalam meng-esa-kan Allah, atau “Meng-Allah-kan Allah”, guna CC di dalam “Menomor-satukan Allah”.
Namun semua menjadi bubrah tatanannya. Ruwet. Tidak jelas. Terbukti semakin banyak orang tidak mau mengakui kesalahan. Yang terjadi justru malah mencari kambing hitam. Anehnya, kesalahan dilakukan secara rame-rame. Bareng-bareng. Berjama’ah lagi. Mereka sudah tidak malu lagi. Semua itu terjadi karena syaraf warga masyarakat negeri ini, sebagian besar sudah terkena wabah virus “Keuangan yang mahakuasa”.
Money is everything. Uang adalah segala-galanya. Posisi Allah azza wa jalla begitu saja di kesampingkan. Celakanya lagi. Sistem sudah mengajari masyarakat negeri ini. Apabila menghadapi suatu masalah gunakan akal kalian. Mengapa tidak diajarkan kepada masyarakat, “Apabila menghadapi masalah seraplah dengan iman kalian.”
Apabila warga bangsa, pemerintah, dan negara CC dengan Pancasila. Setiap terjadi problem apa pun selalu menggunakan parameter iman. Sebab, Pancasila telah meng-idiologi-kan ke dalam sila “Ke-Tuhan-an yang Maha Esa”. Bahwa, problematika seberat apa pun, pasti mendapatkan jalan keluar, apabila CC dengan meng-esa-kan Allah.

Allãhu akbar 2x
Allãhu akbar wa li-llãhil hamd.

Ayyuhal ikhwah,
Setelah kita menunaikan shalat Idul Adh-hã. Segera datangi tempat-tempat penyembelihan hewan qurban. Sebab, di tempat itu terdapat banyak hikmah yang dapat diserap, guna melahirkan energi baru dalam mengisi sisa umur kita.
          Apalah arti pembagian daging qurban. Pembagian itu layak ditasarufkan kepada fakir, miskin, atau orang-orang yang merasa fakir dan merasa miskin. Akan tetapi yang diperoleh dari prosesi Idul Adh-hã. Mulai takbir semalam. Shalat id berjama’ah. Memotong hewan qurban. Kemudian, membagi daging qurban. Semuanya merupakan rangkaian pembelajaran sifat yang melahirkan hikmah.
          Seperti diketahui bahwa pilar hikmah itu, ada dua: Pertama. Cinta (habba) & Kedua. Kelembutan (hinãn). Kedua pilar hikmah tersebut terdapat dalam drama sosial, antara cinta seorang ayah dengan kelembutan seorang putra.
          Dalam konteks Indonesia, utamanya dalam perspektif kebangsaan; penguasanya penuh dengan cinta kasih di dalam menjalankan amanah kepemimpinannya, sedangkan rakyatnya dengan penuh kelembutan sepakat untuk ikut andil dalam proses bernegara, berbangsa, dan berpemerintahan.
          Meski hanya dengan tindakan yang sangat sederhana. Yakni, “tidak bohong dan tidak ngentit”. Mari awali dari diri kita masing-masing. Tanamkan dalam alam bawah sadar hingga lahir mindSET: “tidak bohong dan tidak ngentit”.
          Kelihatannya memang sepele. “Tidak bohong dan tidak ngentit”. Perlu diketahui, hancurnya bangsa Indonesia hingga mengalami multi krisis yang menahun seperti sekarang ini. Lebih dikarenakan, bohong dan ngentit sudah menjadi tradisi masyarakat yang konon terkenal relijius-spiritual. Akibatnya, mereka lupa dengan Allah ta’ala yang telah menciptakannya. Logikanya, jika seorang hamba itu lupa dengan Rabb-nya. Maka, pasti hamba tersebut lupa dengan dirinya sendiri. Sebagaimana difirmankanNYA, Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah. Hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat buat hari esok [akhirat]. Bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Mahamengetahui apa yang kalian kerjakan.18 Dan, janganlah kalian seperti orang-orang yang lupa kepada Allah. Kemudian, Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.19 Tidaklah sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga. Penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung20” (Qs.al-Hasyr [59]: 18-20).

Allãhu akbar 2x
Allãhu akbar wa li-llãhil hamd.

Wahai saudaraku yang alfaqir banggakan, mari melalui pembelajaran sifat dari Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il. Segera amalkan sikap mental dan perilaku: Cinta Kasih & Santun.
Betapa rugi hidup di dunia yang hanya sekali. Tetapi hati dipenuhi dengan: iri, dengki, tamak, arogan, bengis, kasar, dendam, marah, dan lawwamah. Apabila cinta kasih & santun diamalkan dalam kehidupan sehar-hari. Yang dimulai dari diri dan anggota keluarga kita. Niscaya kehidupan orang itu: Sehat fisik-psikis; Sejahtera dhohir-batin; dan Bahagia dunia-akhirat. SSB inilah parameter keberhasilan di Indonesia.
          Dalam kehidupan sebuah keluarga. Keluarga dikatakan sukses, apabila kepala keluarga tersebut mampu melahirkan: keluarga yang sehat; keluarga yang sejahtera; dan keluarga yang bahagia.
          Dalam konteks kenegaraan. Sama. Negara dikatakan sukses. Dan, kepala pemerintahan dikatakan berhasil dalam pelasaknaan pembangunan nasional, apabila seorang kepala negara atau kepala pemerintahan mampu menciptakan kehidupan rakyatnya: yang sehat, yang sejahtera, dan bahagia. Sebagaimana dinyatakan dalam “Manajemen al-Fatihah”.

Allãhu akbar 2x
Allãhu akbar wa li-llãhil hamd.

Semenjak negara Indonesia diterpa badai krisis pada  tahun 1998 hingga detik ini. Belum ada tanda-tanda multi krisis tersebut berakhir. Sudah saatnya bangsa dan masyarakat Indonesia membangun karakter dan jatidirinya, dengan CC terhadap “5 Pilar Kemajuan Indonesia”. Yakni: 1).Agama; 2).Pancasila; 3).UUD 1945; 4).NKRI; dan 5).Bhinneka Tunggal Ika.  
Selama ini “5 Pilar Kemajuan Indonesia” tidak pernah dilaku-amalkan dengan sungguh-sungguh lagi benar. Sehingga banyak orang Indonesia yang sudah tidak lagi mencintai negerinya, sebagai anugerahNYA. Akibatnya, banyak warga bangsa yang mengalami kelainan jiwa. Buktinya, banyak orang sudah merasa kesulitan untuk dapat: Menomor-satukan Allah; Jujur; dan Ikhlas. Padahal hanya orang gila yang tidak lagi memperhatikan sikap mental dan perilaku: Menomor-satukan Allah, Jujur, dan ikhlas. Sehingga mereka asyik-masyik dalam perilaku-perilaku yang jauh dari koridor “5 Pilar Kemajuan Indonesia”.
          Alfaqir yakin dengan seyakin-yakinnya. Apabila “5 Pilar Kemajuan Indonesia” itu dilaku-amalkan dengan dengan dasar: cinta, kelembutan, memaafkan orang lain, berpikir positif, jujur, ikhlas, dan senantiasa menomor-satukan Allah. Dalam waktu dekat bangsa Indonesia pasti menemukan jatidiri dan karakter aslinya.
Nilai-nilai luhur, seperti: gotong-royong, gugur gunung, adat bersendikan syara’, berbantal ombak-berselimut angin-berpajung Allah, dan masih banyak kearifan lokal di negeri ini yang sebenarnya masih tetap relevan dengan kemodernan. Tetapi, dengan alasan modern, atau modernisasi. Segenap kearifan lokal, kearifan budaya, kearifan lingkungan, bahkan bahasa daerah sudah banyak yang punah. Padahal sejak lama bangsa Indonesia berprinsip, “Menjaga nilai-nilai lama yang masih bagus, tetapi menerima nilai-nilai baru yang lebih bagus; al-muhafadhatush shalih wal- akhdu bil-jadîdil ashlah.”
          Lima belas abad silam baginda Nabi saw telah mengingatkan kita, “Bila dunia ini laksana air yang menempel di telunjuk jari yang dicelupkan ke dalam lautan.” Sebagaimana difirmankanNYA, Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah di antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani. Kemudian, tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning. Kemudian, menjadi hancur. Di akhirat [nanti] ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaanNYA. Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (Qs.al-Hadid [57]: 20).

Allãhu akbar 2x
Allãhu akbar wa li-llãhil hamd.

Wasiat khatib dari atas mimbar. Hati-hati dengan syahwat samar. Jangan sekali-kali kemanusiaan kita menjadi tawanan nafsu syahwat.
Seorang ‘abdullah harus selalu mempertajam adab dan akhlak. Dengan membiasakan mengedepankan perilaku sabar dan perilaku syukur, karena hendak menuju pencapaian hidup ukhrawi yang hakiki.
        Marilah kita mengoreksi diri, dalam rangka bercermin dan muhasabah ‘alan nafs atas segala tindakan, dan aktifitas yang telah kita lakukan selama ini.
Tidak usah menyalahkan orang lain, apalagi mencari ‘kambing hitam’. Saatnya sekarang ini semua kambing, baik hitam maupun putih yang memenuhi syarat qurban, untuk dijadikan sebagai hewan kurban.
Sebentar lagi darah-darah hewan qurban tersebut akan membasahi bumi pertiwi yang sangat kita cintai ini. Sebagai sarana kita untuk mendekatkan diri denganNYA.
        Kita harus selalu bersyukur karena ditakdirkan menjadi orang Indonesia. Terlebih menjadi orang Indonesia yang memiliki cinta-kasih lagi santun di dalam berperilaku di kehidupan sehari-hari. Karenanya, apa pun atau apa saja yang menjadikan diri kita tidak memiliki cinta-kasih lagi santun dalam berperilaku. Semata karenaNYA. Mari ditinggalkan bismillahRR, la quwwata illa billah.

وَ إِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِوا لَهُ وَ اَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ، قَالَ اللهُI فِى سُورَةِ الْكَوثَرِ؛
أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ،
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ،
!$¯RÎ) š»oYøsÜôãr& trOöqs3ø9$# ÇÊÈ Èe@|Ásù y7În/tÏ9 öptùU$#ur ÇËÈ žcÎ) št¥ÏR$x© uqèd çŽtIö/F{$# ÇÌÈ
وَ نَفَعَنِي وَإِيَّا كُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ،
وَتَقَبَّلْ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ أَنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ،
وَجَعَلَنِي وَإِيَّاكُمْ فِى زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصَّالِحِينَ،
أَقُولُ قَولِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ،
فَيَا فَوزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ -,

*Khatib adalah Pelayan di Ndalem Kasepuhan PeNUS MTI, juga Guru Besar Luar Biasa pada PeNUS MTI bidang ilmu-ilmu Islam, Sejarah Dunia dan Kesehatan Lingkungan.